Petani Sulit Dapatkan Pupuk Bersubsidi, Ono Surono Minta Pemerintah Perbaiki Validitas Data Kebutuhan Pupuk

8 Februari 2022, 14:49 WIB
Ilustrasi: Petani menabur pupuk bersubsidi di area persawahan Indrapuri, Aceh Besar, Aceh, Sabtu 22 Januari 2022. /IRWANSYAH PUTRA/ANTARA FOTO

BAGIKAN BERITA - Banyak petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah. 

Hal ini diduga adanya permainan oknum tertentu yang mengganggu distribusi pupuk subsidi kepada para petani. 

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengaku tidak heran dengan terjadinya kelangkaan pupuk subsidi yang terjadi belakangan ini. 

Sebab, data tentang penyediaan dan pendistribusian pupuk subsidi sedari awal sudah bermasalah.

Baca Juga: Penjelasan Lengkap Cara Daftar KUR di BRI, BNI dan Mandiri, Pinjaman hingga Rp100 Juta Tanpa Agunan Tambahan

"Selama ini tata niaga pupuk memang kacau! Berawal dari elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) yang jumlahnya bisa 2,5 kali lipat dari yang disiapkan oleh Pemerintah, sehingga pada akhirnya petani yang berhak tidak mendapatkan pupuk," kata Surono kepada wartawan, Selasa, 8 Februari 2022.

Pernyataan Surono ini setidaknya mengacu pada RDKK 2020, di mana terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan pupuk. Jumlah yang mereka usulkan mencapai 26,2 juta ton. 

Namun, pemerintah hanya memenuhi kebutuhan mereka sebesar 8,9 juta ton. Kondisi ini kemudian membuat pendistribusian pupuk tidak berjalan efektif dan harga pupuk kemudian dikendalikan oleh mekanisme pasar.

Menurutnya, kondisi ini kemudian menyebabkan banyak data, terutama nama petani yang sudah terdapat dalam RDKK tidak mendapatkan pupuk. Hal ini selanjutnya berimbas pada masalah akurasi data dalam pendistribusian pupuk subsidi.

Baca Juga: Diajak Kolaborasi Sama Charli XCX, Fans Minta Vernon SEVENTEEN Bangun karena Hal Ini

"Titik kelemahan sampai terjadi kelangkaan pupuk subsidi ini menurut saya berawal dari data. Kemudian oknum-oknum dari mulai agen sampai distributor yang akhirnya menyalurkan pupuk tidak berdasar pada data yang ada," jelasnya.

Oleh karenanya ia menegaskan bahwa solusi yang mesti diperbaiki oleh pemerintah adalah validitas data kebutuhan pupuk. Data tersebut harus valid, termasuk petani yang berhak menerimanya.

"Yang pertama, harus diperbaiki data kebutuhan pupuknya. Pemerintah harus konsisten untuk membuat data yang valid. Sehingga tidak ada lagi petani yang harusnya tidak mendapatkan secara aturan, tetapi prakteknya mereka mendapatkan atau sebaliknya, petani yg berhak tapi mereka tidak mendapatkan," ujarnya.

Kemudian, setelah data penerima benar-benar valid dan akurat, anggaran yang dipersiapkan pemerintah juga harus cukup dan sesuai dengan data yang diajukan. 

Baca Juga: Indonesia Tergabung di Grup B, Pemain Persib Beckham Putra Ingin Samai Kakaknya Bawa Tim Garuda Juara AFF U-23

“Jadi menurut saya, yang kedua, setelah data itu benar, siapkan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk itu; dan ketiga adalah pengawasan yang ketat kepada distrbutor dan agen atau kios,” tegasnya.

Dalam pengawasan pun, kata dia, tidak bisa dilakukan oleh satu instansi pemerintah saja. Pengawasan memerlukan satuan tugas khusus yang dibentuk secara bersama-sama dengan menggabungkan berbagai instansi terkait. Dengan pembentukan Satgas ini, maka supply chain (rantai pasok) bisa benar-benar tepat sasaran.

“Pengawasan itu melibatkan Kementan, Dinas Propinsi, Dinas Kabupaten, Camat, Kepala Desa, Gapoktan dan APK. Buat saja semacam Satgas Pupuk atas Task Force Pupuk," ungkapnya. ***

Editor: Ahmad Taofik

Tags

Terkini

Terpopuler