Tak Hanya Aung San Suu Kyi, Militer Myanmar Juga Tahan Presiden Win Myint

- 1 Februari 2021, 09:01 WIB
Tak Hanya Aung San Suu Kyi, Militer Myanmar Juga Tahan Presiden Win Myint
Tak Hanya Aung San Suu Kyi, Militer Myanmar Juga Tahan Presiden Win Myint /ANTARA/
BAGIKAN BERITA-Militer Myanmar menahan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang memerintah Myanmar, Aung San Suu Kyi.
 
Selain menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint juga ditahan oleh pihak militer Myanmar.

Penangkapan kedua tokoh ini terjadi di tengah ketegangan antara pemerintah sipil dan militer, yang memicu kekhawatiran akan adanya kudeta.
 

Dalam pemilu pada November tahun lalu, NLD yang dipimpin Suu Kyi memenangkan cukup kursi di parlemen untuk membentuk pemerintahan, namun militer menganggap pemungutan suara itu curang.
 
Pihak Militer telah meminta pemerintah untuk menunda sidang parlemen, yang akan berlangsung pada hari ini, Senin 1 Februari. 

Myo Nyunt, juru bicara NLD, mengatakan kepada kantor berita Reuters via sambungan telepon bahwa Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya telah "dibawa" pada Senin (01/02) dini hari.
 
Baca Juga: Ramalan 12 Zodiak Karir, 1 Februari 2021, Aries Percaya Diri Tingggi, Caprirocorn Akan Ada Konflik

Militer juga mendatangi rumah sejumlah menteri utama di beberapa daerah dan membawa mereka pergi, kata anggota keluarga.

Pada hari Sabtu 30 Januari angkatan bersenjata Myanmar berjanji untuk mematuhi konstitusi karena kekhawatiran yang meningkat bahwa mereka bersiap untuk melakukan kudeta.

Aung San Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San. Ayahnya tewas dibunuh ketika Suu kyi berusia dua tahun, tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
 

Suu Kyi pernah dianggap sebagai simbol hak asasi manusia - seorang aktivis berprinsip yang menyerahkan kebebasannya untuk menantang jenderal militer yang kejam yang memerintah Myanmar selama beberapa dekade.

Pada tahun 1991, ia dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian, saat masih dalam tahanan rumah, dan dielu-elukan sebagai "contoh luar biasa dari kekuatan yang tak berdaya".
 
Baca Juga: MENGEJUTKAN, Hanya Mencampurkan Garam di Shampo Kamu Saat Keramas Ternyata Bisa Mengatasi 3 Masalah Rambut

Suu Kyi menghabiskan hampir 15 tahun di tahanan antara tahun 1989 dan 2010.

Pada November 2015, dia memimpin partai NLD meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pertama Myanmar yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Konstitusi Myanmar melarangnya menjadi presiden karena ia memiliki anak yang merupakan warga negara asing. Tapi Suu Kyi, yang kini berusia 75 tahun, secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto.

Namun, sejak menjadi penasihat negara Myanmar, kepemimpinannya ditentukan oleh perlakuan terhadap etnis minoritas Rohingya yang sebagian besar beragama Muslim di negara itu.
 
Baca Juga: Inilah Penyebab Utama Barcelona Mengalami Krisis Keuangan Parah: El Mundo Nilai Kontrak Messi Rp9,5 Triliun!

Pada 2017, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan represi militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine.

Mantan pendukung Suu Kyi di kancah internasional menuduhnya menutup mata terkait pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida yang dialami etnis Rohingya.
 
Suu Kyi menolak mengutuk militer atas tindakan mereka atau mengakui laporan kekejaman terhadap etnis itu.

Beberapa orang awalnya berpendapat bahwa ia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Namun pembelaan pribadinya atas tindakan tentara di sidang Mahkamah Internasional pada tahun 2019 di Den Haag dipandang sebagai titik balik yang melenyapkan sedikit yang tersisa dari reputasi internasionalnya.
 
Baca Juga: Inilah Penyebab Utama Barcelona Mengalami Krisis Keuangan Parah: El Mundo Nilai Kontrak Messi Rp9,5 Triliun!

Di negaranya sendiri, bagaimanapun, "Nyonya", begitu Suu Kyi dikenal, tetap sangat populer di antara mayoritas umat Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk etnis Rohingya.

Pada Desember 2011 lalu, Amnesti Internasional mencabut gelar Duta Hati Nurani terhadap pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
 
Gelar itu dicabut karena Suu Kyi dianggap telah membiarkan terjadinya pembunuhan massal yang dilakukan rezim militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.

Organisasi hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di London itu menegaskan gelar atas penghargaan HAM tertinggi tersebut diberikan pada tahun 2009 saat Suu Kyi masih menjadi tahanan rumah rezim militer di negaranya.
 
Baca Juga: Pesawat Ulang-alik Columbia Meledak di Langit Texas saat Kembali Memasuki Atmosfer Bumi pada 1 Februari 2003

Sebelumnya, US Holocaust Memorial Museum mengumumkan telah mencabut Wiesel Award yang mereka berikan kepada Suu Kyi tahun 2012 lalu. Suu Kyi juga sudah kehilangan penghargaan Freedom of the City of Oxford, yang diberikan kepadanya 1997 lalu atas "oposisi terhadap opresi dan kepemimpinan militer di Burma."

Suu Kyi menempuh pendidikan di St Hugh's College di Oxford University. Namun, fotonya di kampus itu pun sudah dicabut.***
 

Editor: Hendra Karunia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah