Sebagai buah yang tumbuh di seluruh Palestina dari Jenin hingga Gaza dan memiliki warna yang senada dengan bendera Palestina akhirnya banyak masyarakat setempat yang menjadikan semangka sebagai ikon protes atas perlakuan Israel yang menindas hak warga Palestina.
Laporan lainnya dari Egyptian Streets pada Senin 24 Oktober, menyebutkan pengenalan semangka sebagai ikon protes itu pun semakin meluas dan dikenal publik global lewat beberapa karya seniman memasuki era 2000-an.
Salah satunya pada 2007 lewat karya bertajuk “Watermelon” yang ditampilkan oleh seniman asal Palestina Khaled Hourani lewat buku bertajuk “Subjective Atlas of Palestine”.
Langkah Hourani tersebut bahkan akhirnya menginspirasi seniman lokal lainnya untuk menjadikan semangka sebagai ikon simbolis yang menampilkan rasa solidaritas terhadap masyarakat Palestina.
Pada saat diwawancarai oleh Washington Post, Hourani memberikan respon menarik terhadap peristiwa tersebut, “Seni terkadang bisa lebih politik dari langkah politik itu sendiri,”.
Penggunan semangka sebagai bentuk protes pun masih terus berlanjut hingga saat ini, misalnya seperti laporan Aljazeera pada 23 Agustus 2023 yang mengisahkan gerakan unik dari organisasi perdamaian Arab-Israel bernama Zazim.
Mereka dengan sengaja mengibarkan bendera berbentuk semangka pada selusin layanan taksi di Tel Aviv sebagai bentuk dukungan dan protes atas keputusan Israel yang melarang kembali munculnya bendera Palestina di daerah publik.
Lalu dengan adanya konflik yang memanas di Oktober 2023, akhirnya ikon semangka kembali menggema mengisi banyak ruang termasuk ruang digital sebagai dukungan protes untuk menghentikan serangan yang dilakukan Israel dan telah banyak memakan masyarakat sipil di Palestina.