PDIP Desak Anies Baswedan Stop PSBB DKI Jakarta, Begini Alasannya

11 Oktober 2020, 09:05 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan /Humas Pemprov DKI Jakarta /

BAGIKAN BERITA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hari ini akan memutuskan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dikabarkan akan mengumumkan, apakah PSBB kembali diperpanjang atau dihentikan pada Minggu, 11 Oktober 2020. 

Menanggapi hal itu, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mendesak Pemprov agar mencabut PSBB. Alasannya, PSBB membuat perekonomian Jakarta semakin lesu. 

Baca Juga: Ini 8 Hoax yang Dibantah Presiden Jokowi dalam Pidato Resmi UU Omnibus Law Cipta

PDIP meminta Anies untuk memikirkan jalan keluar lain yang lebih rasional terhadap kesehatan dan keberlangsungan ekonomi.

"Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta mendesak agar Gubernur DKI Jakarta tidak melanjutkan PSBB ketat di DKI Jakarta dan mencari jalan keluar yang rasional, karena dinilai menyengsarakan masyarakat Jakarta. Oleh karena itu Pemprov DKI diminta untuk mencari titik temu terhadap penanganan pencegahan COVID-19 dengan penanganan keberlangsungan ekonomi di DKI," kata Ketua Fraksi PDIP DKI, Gembong Warsono dalam keterangan persnya Sabtu 10 Oktober 2020.

Gembong mengatakan usulan ini juga merupakan aspirasi dari berbagai unsur elemen masyarakat, terutama mereka yang kehidupannya bergantung pada pendapatan harian.

Lagipula, menurutnya, tidak ada pengurangan jumlah kasus Corona secara signifikan jika dibandingkan saat PSBB transisi.

Baca Juga: Jadwal Acara SCTV Hari Ini Minggu 11 Oktober, Saksikan Anak Band Bersama Stefann William dan Natasha

"Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, sebelum PSBB ketat diberlakukan dari tanggal 1 hingga 13 September 2020, data rata-rata harian kasus positif COVID-19 di Ibukota sebanyak 1.150 kasus per hari," ujarnya sebagaimana diberitakan Galamedia News dalam artikel berjudul PDIP Tekan Anies Baswedan, Desak Hentikan PSBB DKI Jakarta.

"Dibandingkan dengan data dari 14 hingga 26 September 2020 dalam periode PSBB ketat, justru jumlah kasus positif meningkat menjadi rata-rata 1.178 kasus per hari. Walaupun jumlah test PCR meningkat, namun jumlahnya tidak signifikan," lanjutnya.

"Bisa dipastikan bahwa rem darurat yang didengung-dengungkan oleh Anies berhasil tersebut, berbeda dengan fakta di lapangan. Faktanya, sudah masyarakat tidak bisa melakukan kegiatan perekonomian, kasusnya pun tidak kunjung mengalami penurunan," lanjut Gembong.

Gembong juga menyoroti pemasukan pajak yang menurun karena pembatasan rumah makan. Hal itu menurutnya akan berimbas pada program pembangunan di Jakarta.

"Dengan situasi seperti saat ini, jika PSBB ketat kembali diperpanjang, maka pertumbuhan minusnya akan semakin dalam sehingga merugikan semua pihak, termasuk Pemerintah DKI Jakarta yang saat ini sedang berjuang menutup defisit anggaran," katanya.

Baca Juga: Nikita Mirzani Kritik Puan Maharani Matikan Mikrofon, Rocky Gerung : Nikita Netizen yang Bermutu

"Imbas dari defisit ini adalah program-program seperti rehabilitasi sekolah, perbaikan jalan, penanggulangan banjir bisa terganggu ke depannya."

"Bahkan, mungkin Jakarta tidak punya cukup anggaran untuk merehabilitasi halte-halte Transjakarta yang dibakar dalam aksi demonstrasi beberapa hari yang lalu," ucapnya.

Diketahui, masa PSBB ketat di Jakarta berakhir hari ini. Pemprov DKI telah menggelar rapat membahas kelanjutan PSBB kemarin, Sabtu 10 Oktober 2020. Namun, belum diketahui bagaimana hasil dari rapat tersebut.*** (Dicky Aditya/ Galamedia)

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: Galamedia News

Tags

Terkini

Terpopuler