Mengulik Sejarah Banjir Jakarta di Masa Lalu

21 Februari 2021, 08:50 WIB
Sejumlah kendaraan terjebak banjir di ruas Tol TB Simatupang, Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2021. /ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

BAGIKAN BERITA - Sampah, pada umumnya merupakan dalih atas terjadinya banjir yang selalu menggenang Jakarta jika memasuki musim hujan. Memang tidak salah, namun masalah banjir di Jakarta tidak sesederhana itu. Lebih dari itu, banjir Jakarta merupakan masalah kompleks yang diwariskan oleh sejarah masa lalu, tepatnya sedari abad 17.

Jakarta yang dulu disebut Jayakarta, merupakan daerah penjajahan Belanda, yang di waktu sama juga berseteru dengan Inggris. Belanda melihat Jayakarta memiliki daya tarik yang besar, dengan lokasi yang strategis, terletak di tengah jalur pelayaran ke timur (Maluku) dan barat.

Jayakarta bagi Belanda memiliki potensi sebagai jalur perdagangan yang prospektif untuk dikembangkan. Belanda akhirnya meminta izin yang direstui bupati Jayakarta di masa itu untuk membangun gudang dan pangkalan. Pembangunan pun dilakukan di timur muara sungai Ciliwung.

Awal mula permasalahan banjir dimulai dari sini. Jakarta, bahkan sebelum Belanda datang, merupakan tempat yang memiliki tata air buruk.

Faktornya dapat dilihat dari morfologi Jakarta yang merupakan dataran aluvial dengan topografi wilayah datar. Morfologi yang ramah untuk terjadinya banjir. Namun morfologi seperti ini, sejatinya tidak ramah untuk dijadikan kawasan permukiman. Apalagi jika padat penduduk, karena luapan air melimpah dapat datang kapanpun. Ditambah lagi, sisi utara Jakarta merupakan tanah rawa, yang permukaan air tanahnya cenderung dangkal.

Baca Juga: Selamat Jalan untuk Selamanya, Ali Mochtar Ngabalin Tiba-tiba Sampaikan Berita Duka Cita

Lanjut ke pembangunan gudang dan pangkalan oleh Belanda.

Terjadi konflik antara Belanda dengan bupati Jayakarta dan Inggris, yang akhirnya menyebabkan Jayakarta diserbu dan dihancurkan. Sisa puing Jayakarta kemudian dimanfaatkan Belanda untuk membangun benteng bernama "Batavia".

Dibangunlah parit yang panjang sebagai pelengkap benteng yang terusannya mengarah ke sungai besar (Ciliwung). Parit ini juga ada yang dibangun untuk drainase kota dan ada yang dibuat melingkari kota sebagai pertahanan.

Lambat laun parit yang dibangun ini mengalami pendangkalan karena membawa material pasir dari pegunungan. Karena memiliki fungsi yang penting, akhirnya parit yang mengalami pendangkalan dikeruk. Meski pengerukan tengah dilakukan, pemerintah juga terus membangut parit/terusan hingga bahkan terhubung dengan sungai di luar kota.

Parit memang penting untuk memenuhi kebutuhan air, pertanian, dan pertahanan kota di masa lalu. Namun masifnya pembangunan parit juga turut memperparah sistem jaringan air di Jakarta yang "dari sono nya" sudah buruk.

Baca Juga: Menyedihkan! Anfield Kini Menjadi Kuburan Bagi Liverpool, Selalu Kalah dalam Empat Pertandingan Terakhir

Dalam keadaan tata air seperti ini, Batavia (Nama Jayakarta yang telah diganti karena berhasil dikuasai Belanda) ditimpa musibah dengan meletusnya Gunung Salak pada tahun 1699. Letusan tersebut memuntahkan hujan abu dan juga limpahan lumpur melalui sungai yang mengalir di kaki gunung. Nahasnya, parit yang dibangun terhubung menjadi satu dengan sungai yang membawa material lumpur yang melimpah tersebut. Material lumpur yang terbawa aliran air ini terus terbawa hingga ke muara sungai, yang dampaknya membuat garis pantai berpindah hingga 75 meter ke arah laut.

Parit yang sebelumnya baru dikeruk, karena musibah ini, membuat parit terjadi pendangkalan yang lebih parah dari sebelumnya. Pengerukan pun diusahakan kembali, namun semua hanya bisa bertahan beberapa tahun dan pengerukan yang dilakukan setiap tahun berjalan tidak optimal. Ditambah lagi masyarakat suka membuang sampah sembarangan di parit yang mereka temui. Sejak kejadian itu, banjir mulai sering melanda Batavia (bisa cari sendiri ya kejadian-kejadian banjir nya).

Pemerintah pada masa itu telah mencetuskan solusi dengan membangun sodetan dan pintu-pintu air untuk mengatasi limpahan lumpur yang telah memperparah kondisi air di Batavia. Namun semua berakhir tidak baik, dan justru malah memperparah keadaan.

Semua usaha itu akhirnya ditinggalkan dan pendangkalan lumpur dibiarkan begitu saja.

Solusi yang dilakukan hanya bisa untuk mengatasi masalah banjir kecil. Tidak untuk banjir yang berukuran cukup besar. Selama kurang lebih 2 abad, Jakarta dilanda permasalahan air seperti ini.

Baca Juga: Mengejutkan, Anies Baswedan Dibully, Mustofa Nahrawardaya Justru Bilang Begini

Hingga tercetus ide oleh ilmuwan Belanda pada awal 1900 an bernama van Breen, dengan ide banjir kanal nya. Banjir kanal menjadi solusi yang paling berhasil diantara solusi-solusi yang dilakukan sebelumnya. Setidaknya banjir yang sering melanda Jakarta menjadi teratasi karena program ini.

Namun dijadikan nya Jakarta sebagai ibukota negara, menjadikan rancangan ide banjir kanal buyar. Van Breen, menyusun ide banjir kanal untuk penduduk kota dengan proporsi ideal bagi 600.000 penduduk. Tetapi dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk pasca kemerdekaan membuat solusi banjir kanal tidak berfungsi maksimal. Kini penduduk Jakarta sudah mencapai 10+ juta jiwa. Meningkat 18x lipat dibanding sekitar 1 abad yang lalu.

Baca Juga: Inilah 4 Tips Cara Melindungi Anak Perempuan dari Perbuatan Zina, Nomor Tiga Banyak Orang Tidak Tahu

Kembali lagi, Jakarta memang secara morfologi (fisik permukaan) tidak ramah sebagai kawasan permukiman, terkhusus lagi ibukota. Namun karena "mata duitan" Belanda, disulapnya Jakarta sebagai jalur perdagangan yang strategis. Pendatang Pun banyak yang datang dan menetap di Jakarta. Keadaan semakin parah dengan parit yang mengelilingi Jakarta dan pendangkalan lumpur yang parah didalamnya. Saluran air semakin buruk dan banjir menjadi masalah turun temurun hingga saat ini.

"Jakarta sudah tidak baik-baik saja sejak awal"

Maka, dapatkah Jakarta terbebas dari banjir? Hanya waktu yang bisa menjawab, karena banjir Jakarta adalah dosa masa lalu. Kebaikan dan kontribusi bersama yang dilakukan oleh warganya lah yang mampu setidaknya memperbaiki keadaan Jakarta di masa yang akan datang. Jakarta adalah masalah bersama, Jakarta tanpa banjir adalah impian kita semua.

Baca Juga: Myanmar Membara, Para Demonstran Ditembaki Militer dengan Peluru Tajam dua Orang Tewas, 30 orang Luka-Luka

Mari kita doakan yang terbaik untuk korban banjir yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Semoga mereka semua diberikan kekuatan dan ketabahan dalam mengalami musibah ini.***

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: Berbagai Sumber dan Youtube

Tags

Terkini

Terpopuler