Mengulik Sejarah Banjir Jakarta di Masa Lalu

- 21 Februari 2021, 08:50 WIB
Sejumlah kendaraan terjebak banjir di ruas Tol TB Simatupang, Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2021.
Sejumlah kendaraan terjebak banjir di ruas Tol TB Simatupang, Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2021. /ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Lambat laun parit yang dibangun ini mengalami pendangkalan karena membawa material pasir dari pegunungan. Karena memiliki fungsi yang penting, akhirnya parit yang mengalami pendangkalan dikeruk. Meski pengerukan tengah dilakukan, pemerintah juga terus membangut parit/terusan hingga bahkan terhubung dengan sungai di luar kota.

Parit memang penting untuk memenuhi kebutuhan air, pertanian, dan pertahanan kota di masa lalu. Namun masifnya pembangunan parit juga turut memperparah sistem jaringan air di Jakarta yang "dari sono nya" sudah buruk.

Baca Juga: Menyedihkan! Anfield Kini Menjadi Kuburan Bagi Liverpool, Selalu Kalah dalam Empat Pertandingan Terakhir

Dalam keadaan tata air seperti ini, Batavia (Nama Jayakarta yang telah diganti karena berhasil dikuasai Belanda) ditimpa musibah dengan meletusnya Gunung Salak pada tahun 1699. Letusan tersebut memuntahkan hujan abu dan juga limpahan lumpur melalui sungai yang mengalir di kaki gunung. Nahasnya, parit yang dibangun terhubung menjadi satu dengan sungai yang membawa material lumpur yang melimpah tersebut. Material lumpur yang terbawa aliran air ini terus terbawa hingga ke muara sungai, yang dampaknya membuat garis pantai berpindah hingga 75 meter ke arah laut.

Parit yang sebelumnya baru dikeruk, karena musibah ini, membuat parit terjadi pendangkalan yang lebih parah dari sebelumnya. Pengerukan pun diusahakan kembali, namun semua hanya bisa bertahan beberapa tahun dan pengerukan yang dilakukan setiap tahun berjalan tidak optimal. Ditambah lagi masyarakat suka membuang sampah sembarangan di parit yang mereka temui. Sejak kejadian itu, banjir mulai sering melanda Batavia (bisa cari sendiri ya kejadian-kejadian banjir nya).

Pemerintah pada masa itu telah mencetuskan solusi dengan membangun sodetan dan pintu-pintu air untuk mengatasi limpahan lumpur yang telah memperparah kondisi air di Batavia. Namun semua berakhir tidak baik, dan justru malah memperparah keadaan.

Semua usaha itu akhirnya ditinggalkan dan pendangkalan lumpur dibiarkan begitu saja.

Solusi yang dilakukan hanya bisa untuk mengatasi masalah banjir kecil. Tidak untuk banjir yang berukuran cukup besar. Selama kurang lebih 2 abad, Jakarta dilanda permasalahan air seperti ini.

Baca Juga: Mengejutkan, Anies Baswedan Dibully, Mustofa Nahrawardaya Justru Bilang Begini

Hingga tercetus ide oleh ilmuwan Belanda pada awal 1900 an bernama van Breen, dengan ide banjir kanal nya. Banjir kanal menjadi solusi yang paling berhasil diantara solusi-solusi yang dilakukan sebelumnya. Setidaknya banjir yang sering melanda Jakarta menjadi teratasi karena program ini.

Halaman:

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: Berbagai Sumber dan Youtube


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah