BAGIKAN BERITA - Akhir-akhir ini, publik ramai membahas Mega Series "Suara Hati Istri: Zahra" yang tayang di Indosiar.
Sinetron tersebut menyita perhatian masyarakat lantaran menyuguhkan cerita yang kontroversial.
Di mana, cerita seorang juragan berpoligami dengan tiga istri. Yang paling membuat masyarakat geram, adalah pemeran perempuan yang notabene masih berusia di bawah umur, yakni 15 tahun berperan sebagai istri ketiga sang juragan.
Publik pun mendesak agara KPI memberikan sanksi tegas kepada Indosiar. Melansir Antara News, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo mengatakan pihaknya masih mengkaji potensi pelanggaran yang terdapat di dalam tayangan sinetron tersebut, sebelum memutuskan memberikan sanksi penghentian tayang terhadap sinetron itu.
Hal tersebut disampaikan Mulyo terkait adanya desakan publik agar tayangan sinetron tersebut dihentikan karena dinilai mempromosikan perilaku kawin anak, poligami, dan bahkan kekerasan seksual terhadap anak.
"Kalau soal pemberhentian itu kan kami harus melihat ada pelanggaran apa yang dilakukan sinetron SHI (Suara Hati Istri: Zahra). Sementara ini kami masih mengkaji," ujar Mulyo saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Menurut Mulyo, yang menjadi titik persoalan di dalam sinetron tersebut adalah penggunaan pemeran di bawah umur yang memerankan adegan dewasa.
Namun, kata dia, persoalan terkait penggunaan artis di bawah umur memerankan adegan dewasa belum tercantum di dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) maupun Standar Program Siaran (SPS).
"Kalau boleh jujur kan titik lemahnya persoalan penggunaan talent di bawah usia dan memerankan adegan-adegan dewasa, itu di dalam P3 SPS kami belum dicantumkan. maka kan kami barangkali ini sedang ada kajian juga di KPAI atau mungkin juga di lembaga lain berkaitan dengan itu," ujar Mulyo.
Mulyo menambahkan bahwa pihaknya terus mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Sensor Film (LSF), dan masyarakat.
Masukan tersebut, kata dia, akan menjadi pertimbangan KPI dalam menentukan keputusan.
"Kami kan harus memberikan sanksi dan tidak disanksinya itu acuan kami kan Undang-Undang 32 tentang Penyiaran dan P3 SPS. Masukan-masukan publik dan lembaga itu menjadi pertimbangan kami menentukan keputusan kebijakan," kata Mulyo.
Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam dalam gerakan pencegahan perkawinan anak atau biasa disebut jaringan Koalisi 18+ mendesak penghentian tayangan sinetron "Suara Hati Istri: Zahra" yang dinilai menggambarkan perilaku kawin anak.
Koalisi 18+ menilai program sinetron tersebut terkesan ingin memberikan kesan pada publik bahwa perkawinan anak sah saja dilakukan termasuk menjadi pelaku poligami dan kekerasan seksual terhadap anak.***