Inilah 9 Pekerjaan Sunnah di Hari Lebaran yang Sayang Untuk Dilewatkan oleh Umat Muslim

12 Mei 2021, 19:47 WIB
Jamaah Tarekat Syattariah melaksanakan shalat Idul fitri 1442 Hijriah di halaman Masjid Syaikhuna Habib Muda Seunagan Desa Peuleukung, Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, Rabu, 12 Mei 2021. /ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nz

BAGIKAN BERITA - Hari Raya Idul Fitri sudah tiba. Tahun ini Idul Fitri (Lebaran) jatuh pada Hari Kamis, 13 Mei 2021. 

Meski kondisi Hari Raya saat ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, namun seyogyanya kita merayakan dengan penuh suka cita. 

Di hari raya, umat Muslim dianjurkan untuk melakukan amalan - amalan Sunnah. 

Berikut ada 8 amalan sunnah yang bisa dikerjakan umat Muslim di Hari Raya Idul Fitri sebagaimana ditulis oleh Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat Ustadz M. Mubasysyarum Bih dalam situ resmi Nahdlatul Ulama. 

Baca Juga: Inilah 8 Golongan Penerima Zakat Fitrah, Salah Satunya Yaitu Muallaf

Pertama, shalat Idul Fitri. 

Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dikukuhkan). Bahkan, sebagian pendapat menyatakan fardlu kifayah (kewajiban kolektif).

Salah satu dalil kesunnahannya adalah firman Allah dalam surat al-Kautasar:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah,” (QS. Al-Kautsar ayat 2). 

Mayoritas pakar tafsir menegaskan bahwa yang dimaksud shalat di dalam ayat itu adalah shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adlha). 

Dalil lainnya adalah bahwa Nabi rutin melaksanakan shalat Idul fitri di setiap tahunnya. 

Pertama kali beliau mendirikannya adalah pada tahun kedua sejak hijrah ke Madinah, pada tahun di mana perintah kewajiban puasa Ramadhan turun di bulan Sya’bannya (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 39). 

Baca Juga: Menu Wajib Ada di Hari Lebaran, Opor Ayam ini Sangat Mudah Dibuat dan Anti Ribet

Shalat Idul Fitri disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan. Dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Lebih utama dilaksanakan di masjid dari pada di tempat lainnya, termasuk lapangan.  

Kedua, mandi. 

Sunnah bagi siapapun, laki-laki, perempuan bahkan wanita yang tengah haidl atau nifas melakukan mandi Idul Fitri. 

Kesunnahan ini juga berlaku bagi yang tidak menghadiri shalat Idul Fitri, seperti orang sakit. Waktu mandi ini dimulai sejak tengah malam Idul Fitri sampai tenggelamnya matahari di keesokan harinya.

Lebih utama dilakukan dilakukan setelah terbit fajar (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, juz 1, hal. 252). Contoh niatnya adalah:

نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”.  

Ketiga, menghidupi malam Id dengan ibadah

Dianjurkan menghidupi malam hari raya dengan shalat, membaca shalawat, membaca Al-Qur’an, membaca kitab, dan bentuk ibadah lainnya. Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi:

مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Barangsiapa menghidupi dua malam hari raya, hatinya tidak mati di hari matinya beberapa hati”. (HR. al-Daruquthni). 

Hadits ini tergolong lemah, namun tetap bisa dipakai sebab berkaitan dengan keutamaan amal, tidak berbicara halal-haram atau akidah. 

Kesunnahan ini bisa hasil dengan menghidupi sebagian besar malam hari raya. Pendapat lain cukup dengan sesaat. 

Baca Juga: Catat, Malam Takbiran Jalanan Kota Bandung hingga Gerbang Tol Ditutup, Ini Lokasinya

Keempat, memperbanyak bacaan takbir.

Salah satu syi’ar yang identik dengan Idul Fitri adalah kumandang takbirnya. 

Anjuran memperbanyak takbir ini berdasarkan firman Allah: 

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ 

Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185). 

Ada dua jenis takbir Idul Fitri. Pertama, muqayyad (dibatasi), yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat, baik fardhu atau sunnah. Setiap selesai shalat, dianjurkan untuk membaca takbir. Kedua, mursal (dibebaskan), yaitu takbir yang tidak terbatas setelah shalat, bisa dilakukan di setiap kondisi.

Takbir Idul Fitri bisa dikumandangkan di mana saja, di rumah, jalan, masjid, pasar atau tempat lainnya. Kesunnahan takbir Idul fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihramnya Imam shalat Id bagi yang berjamaah, atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian. 

Kelima, makan sebelum berangkat shalat Id.

Sebelum berangkat shalat Idul fitri, disunnahkan makan terlebih dahulu. Anjuran ini berbeda dengan shalat Idul Adha yang disunnahkan makan setelahnya. 

Hal tersebut karena mengikuti sunnah Nabi. Lebih utama yang dimakan adalah kurma dalam hitungan ganjil, bisa satu butir, tiga butir dan seterusnya. Makruh hukumnya meninggalkan anjuran makan ini sebagaimana dikutip al-Imam al-Nawawi dari kitab al-Umm. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 592). 

Keenam, berjalan kaki menuju tempat shalat.

Berjalan kaki menuju tempat shalat Id hukumnya sunnah, berdasarkan ucapan Sayyidina Ali: 

مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا

 “Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat shalat Id dengan berjalan”. (HR. al-

Tirmidzi dan beliau menyatakannya sebagai hadits Hasan). Bagi yang tidak mampu berjalan kaki seperti orang tua, orang lumpuh dan lain sebagainya diperbolehkan untuk menaiki kendaraan. Demikian pula boleh kepulangan dari shalat Id dilakukan dengan tidak berjalan kaki. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 282). 

Ketujuh, membedakan rute jalan pergi dan pulang tempat shalat Id.

Berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari, rute perjalanan pulang dan pergi ke tempat shalat Id hendaknya berbeda, dianjurkan rute keberangkatan lebih panjang dari pada jalan pulang. Di antara hikmahnya adalah agar memperbanyak pahala menuju tempa ibadah. 

Anjuran ini juga berlaku saat perjalanan haji, membesuk orang sakit dan ibadah lainnya, sebagaimana ditegaskan al-Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadl al-Shalihin. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 591).

Kedelapan, berhias

Idul fitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakan kebahagiaan di hari yang berkah itu.

Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik dan pakaian terbaik.

Lebih utama memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru.

Kesembilan, tahniah (memberi ucapan selamat). 

Hari raya adalah hari yang penuh dengan kegembiraan. Karena itu, dianjurkan untuk saling memberikan selamat atas kebahagiaan yang diraih saat hari raya.

Di antara dalil kesunnahannya adalah beberapa hadits yang disampaikan al-Imam al-Baihaqi, beliau dalam kitab Sunannya menginventarisir beberapa hadits dan ucapan para sahabat tentang tradisi ucapan selamat di hari raya.

Meski tergolong lemah sanadnya, namun rangkaian beberapa dalil tersebut dapat dibuat pijakan untuk persoalan ucapan hari raya yang berkaitan dengan keutamaan amal ini. ***

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id

Tags

Terkini

Terpopuler