BAGIKAN BERITA-Innalillahi Wa Innailaihi roojiun, pianis Indonesia Ananda Sukarlan menyampaikan Kabar duka atas meninggalnya maestro tari legong Bulantrisna Djelantik.
Hal tersebut sampaikan pianis Indonesia Ananda Sukarlan atas meninggalnya maestro tari legong Bulantrisna Djelantik di akun twitter pribadinya @anandasukarlan Rabu 24 Februari 2021 pukul 05:29 WIB.
""Turut berduka cita atas wafatnya maestra tari Indonesia, Ibu Bulantrisna Djelantik. Berita saya terima pk. 1 dinihari tadi. RIP Ibu #bulantrisnadjelantik," demikian kutipan dari unggahan @anandasukarlan.
Lebih lanjut Ananda Sukarlan mengabarkan bahwa rencananya maestro tari legong Bulantrisna Djelantik akan berobat ke Jepang.
"Ibu Ayu Bulantrisna Djelantik dikabarkan wafat pk. 00.30 . Bbrp minggu lalu saya dengar beliau berencana berobat ke Jepang, ternyata belum sempat ???? #ripBulantrisnaDjelantik, " cuit Ananda Sukarlan.
Dikutip Bagikan Berita.com dari berbagai sumber Maestro Tari Legong Bulantrisna Djelantik meninggal dunia pada hari Rabu 24 Februari 2021 dinihari dalam usia 73 tahun.
Baca Juga: Selamat Jalan untuk Selamanya, Seniman Didik Nini Thowok Tiba-tiba Sampaikan Berita Duka Cita
Bulantrisna Djelantik merupakan keturunan raja terakhir Karangasem.
Ayu Bulantrisna Djelantik lahir di Deventer, Belanda, 8 September 1947.
Beliau adalah seorang maestro tari tradisional Indonesia. Ayu dikenal sebagai maestro tari Legong yang juga berprofesi sebagai dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Ayu Bulantrisna Djelantik menggeluti dunia tari pertama kali di Puri sang kakek.
Kakek dari Bulantrisna bernama Anak Agung Anglurah Djelantik yang merupakan raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali.
Ia yang mencari dan memanggil guru tari untuk Bulantrisna. Guru yang dipanggil oleh sang kakek antara lain Bagus Bongkasa dan Gusti Biang Sengog.
Bulantrisna kecil mengenal tari tradisional Bali ketika usia 7 tahun dan pada saat usianya menginjak 10 tahun Bulantrisna diundang oleh Presiden Soekarno ke Istana Presiden di Tampaksiring, Gianyar, Bali untuk menghibur para tamu Istana.
Mentor utamanya adalah Anak Agung Mandera dan Gusti Made Sengog, penari Legong generasi pertama.
Tahun 1971 Bulantrisna memutuskan untuk menikah dan berhenti menari.
Pada akhirnya setelah menikah Bulantrisna tetap menari ketika melanjutkan studi di Jerman, Belanda dan Belgia.
Sampai saat inipun Bulantrisna tetap aktif menekuni dunia tari bahkan setelah pensiun sebagai pegawai negeri dan staff pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.***