Sengketa Demokrat Belum Final, Kubu Moeldoko Akan Ajukan Gugatan ke PTUN dan PN dalam Waktu Dekat

- 1 April 2021, 12:38 WIB
 Partai Demokrat versi KLB Sibolangit.
Partai Demokrat versi KLB Sibolangit. / Twitter.com /@PutraWadapi/

BAGIKAN BERITA - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly telah menyatakan menolak kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko, Rabu 31 Maret 2021. 

"Pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara 5 Maret 2021 ditolak," demikian Yasonna Laoly yang didampingi Menko Polhukam Mahfud MD.

Keputusan Kemenkumham menolak kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko tentunya memiliki alasan-alasan kuat. Setidaknya ada dua hal yang tidak dapat dipenuhi oleh Jhoni Allen Marbun selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat hasil KLB dan pengurus lainnya.

Baca Juga: Mengejutkan! Melaney Ricardo Ungkap Keretakan Rumah Tangganya dengan Tyson: Kami Sepakat Mencoba Lagi

Pertama, kubu ini tidak bisa melengkapi syarat dari Perwakilan Dewan Pimpinan daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang tidak disertai mandat ketua masing-masing dari tingkatan itu.

Kedua, pelaksanaan maupun keputusan yang dihasilkan dari KLB di salah satu hotel di daerah Deli Serdang juga tidak sesuai dengan aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat yang disahkan oleh Kemenkumham pada 2020.

Artinya, dengan kata lain pelaksanaan KLB tersebut tidak memenuhi syarat. Kubu Moeldoko berdalih bahwa AD/ART yang saat ini menjadi acuan Kemenkumham tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Partai Politik. Salah satu poin yang menjadi sorotan ialah perihal Ketua Majelis Tinggi Partai ditunjuk oleh pengurus partai bukan dari pemilihan atau pengusulan saat kongres.

Baca Juga: Breaking News, Gempa Bumi 5,0 Skala Richter Guncang Maluku, Masyarakat Dihimbau Waspada

Namun demikian, Yasonna mempersilakan para kader Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Niaga (PTUN) maupun Pengadilan Negeri (PN) jika tidak puas dengan hasil keputusan Kemenkumham. 

Menanggapi adanya sejumlah argumen-argumen yang dilontarkan oleh Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, Menkumham Yasonna mempersilakan pihak-pihak yang merasa AD/ART Partai Demokrat tidak sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik untuk menempuh jalur pengadilan.

Dengan "ditiupnya peluit" (keputusan menolak) permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat kubu Moeldoko, maka kubu tersebut tidak bisa kembali mengajukan permohonan pengesahan kepengurusan dengan dokumen yang ada.

Baca Juga: Mengejutkan, Wanita Teroris Penyerang Mabes Polri Ternyata Mahasiswa Semester 5 tapi Sudah Drop Out

Namun, jalur hukum atau meja pengadilan merupakan alternatif selanjutnya untuk membalikkan skor terhadap pengurus Partai Demokrat yang dikomandoi AHY dan kawan-kawan.

Setelah pemerintah melalui Kemenkumham tidak mengakui kepengurusan Partai Demokrat di bawah pimpinan Moeldoko, kubu tersebut langsung bergerak cepat dengan menyusun strategi baru agar kursi kepengurusan yang resmi diakui secara hukum atau legal.

Langkah yang akan dilakukan Partai Demokrat versi KLB yakni mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri (PN). Secara jalur, upaya tersebut sudah tepat. Sebab, Kemenkumham juga tidak bisa lagi menerima permohonan kepengurusan jika berpedoman pada berkas atau dokumen yang telah diajukan sebelumnya karena tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang dalam AD/ART resmi.

Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat versi KLB Saiful Huda Ems mengatakan langkah pengajuan gugatan tersebut merupakan mekanisme yang telah ditentukan oleh negara apabila ada partai politik berkonflik atau bertikai.

Baca Juga: Berkas Dokumen Partai Demokrat Versi KLB Moeldoko Ditolak, Istri AHY Annisa Pohan Langsung Ucapkan Ini

Dengan rencana menempuh jalur hukum, kubu Moeldoko ingin membuktikan bahwa Partai Demokrat merupakan partai yang taat hukum, modern, sekaligus ingin mengembalikan marwah partai sebagaimana mestinya.

Pertarungan pada babak selanjutnya yakni upaya gugatan ke pengadilan sekaligus ingin membuktikan bahwa Moeldoko taat hukum dan menepis tudingan bahwa dengan status sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) yang disandangnya, kubu ini dilindungi dan dibantu oleh pemerintah untuk merebut kursi satu demokrat.

"Mari supremasi hukum kita junjung tinggi bersama-sama," kata dia.

Jalur hukum yang ditempuh oleh kubu Moeldoko sejatinya bukan pertama kali terjadi di Tanah Air. Sebelum demokrat, partai-partai besar yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hingga Golongan Karya (Golkar) juga pernah menerapkannya akibat dualisme kepengurusan yang terjadi.***

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah