Terkait Jabatan Presiden 3 Periode, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah: Jauh dari Pandangan dan Sikap Politik PDIP

- 20 Juni 2021, 21:52 WIB
Ahmad Basarah, Ketua PA GMNI/ Wakil Ketua MPR RI
Ahmad Basarah, Ketua PA GMNI/ Wakil Ketua MPR RI /ANTARA/HO-Humas MPR RI/am/

BAGIKAN BERITA - Isu jabatan presiden tiga periode mencuat dari politikus senior pendiri Partai Ummat Amien Rais. 

Dalam tayangan Kompas TV, Senin 15 Maret 2021, Amien Rais mengatakan bahwa ada skenario mengubah ketentuan dalam Undang Undang Dasar 1945 soal masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi tiga periode.

Dia mengatakan, perubahan ketentuan UUD 1945 akan digelar pada Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) guna mengubah atau mengamendemen UUD 1945.

Baca Juga: Kawin Kontrak Resmi Dilarang, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil Apresiasi Pemkab Cianjur

"Jadi, mereka akan mengambil langkah pertama meminta sidang istimewa MPR yang mungkin 1-2 pasal yang katanya perlu diperbaiki, yang mana saya juga tidak tahu," ujar Amien. 

Menanggapi isu tersebut, Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah secara tegas mengatakan bahwa PDI tak pernah berpikir ke arah sana. 

Menurut dia, gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik PDIP. 

Baca Juga: Bukan Anies Baswedan, Kaum Milenial Lebih Suka Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil Jadi Calon Presiden 2024

"Isu tiga periode ini kalau kita lihat subjeknya (Jokowi) bolak-balik beliau sudah mengatakan tidak pernah berpikir bisa menjadi presiden tiga periode," kata Ahmad Basarah dalam peluncuran hasil survei nasional SMRC bertajuk "Sikap Publik Nasional terhadap Amendemen Presidensialisme dan DPD", yang dilakukan secara daring, di Jakarta, Minggu. 

Presiden Jokowi, kata Basarah, menganggap bahwa orang-orang yang memunculkan gagasan tiga periode, mau cari muka.

"Dalam ungkapan satire, Presiden Jokowi menganggap orang-orang yang memunculkan gagasan 3 periode, mau cari muka, mau nampar muka saya dan ingin menjerumuskan saya. Jadi, kalau subjeknya saja sudah tidak mau, saya kira sangat tidak elok konstitusi kita dipermainkan hanya kepentingan orang per orang saja," ujarnya.

Selain itu, Wakil Ketua MPR ini mengatakan PDIP juga menolak adanya narasi presiden dipilih MPR.

Baca Juga: Aksi Tak Biasa Menteri Sosial Risma, Lelang Sepatu hingga Biskuit: Kayaknya Lebih Pantes Jadi Sales Ini Ya

Basarah mengatakan jika ada amandemen, PDIP ingin amandemen terbatas yakni supaya MPR bisa menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Sama sekali kita tidak pernah membahas presiden dipilih oleh MPR, sikap PDIP ini adalah amandemen terbatas, artinya tidak mau melebar ke mana-mana, hanya menambah satu ayat di pasal 3 UUD 1945 yaitu MPR diberikan wewenang untuk menetapkan haluan dan haluan pembangunan nasional," paparnya sebagaimana dikutip BAGIKAN BERITA daei ANTARA NEWS. 

Basarah menjelaskan adanya amandemen agar MPR menetapkan GBHN itu guna pembangunan nasional terus berlanjut.

Sehingga, tambah dia, ketika pemimpin berganti program pembangunan nasional tidak berhenti.

PDIP akan menarik diri dari agenda amandemen terhadap UUD 1945 jika mengarah kepada perubahan masa jabatan presiden.

Baca Juga: Ketua DPR Puan Maharani Ingatkan Syarat Ini Jika Sekolah Ingin Melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

"Kalau ada agenda itu secara tegas PDIP menarik diri dari agenda tersebut. Apalagi misalkan gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode. Ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik baik di MPR dan PDIP," tegas Basarah.

Sementara itu, Peneliti sekaligus Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando menyebutkan, berdasarkan hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) sebagian besar massa pemilih PDIP mendukung Jokowi maju di Pilpres 2024, yakni mencapai 66 persen.

"Begitu pun massa pemilih partai non parlemen mendukung Jokowi maju tiga periode (60 persen)," kata Ade

Baca Juga: Karya Ilmiah Megawati tentang Pancasila dapat Acungan Jempol dari Guru Besar UNJ

Sementara massa yang menolak Jokowi maju tiga periode berasal dari pemilih Partai Gerindra (78 persen), PKS (78 persen), dan Demokrat (71 persen), warga yang belum punya pilihan partai (60 persen), pemilih Golkar (54 persen), dan PKB (51 persen).

Survei nasional SMRC tersebut dilakukan pada 21-28 Mei 2021. Penelitian melalui wawancara tatap muka ini melibatkan 1072 responden yang dipilih melalui metode penarikan sampel random bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error penelitian ± 3,05 persen.***

Editor: Ahmad Taofik

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x