Perry berharap implementasi RPIM bisa mendukung pembiayaan inklusif, baik kepada UMKM, perorangan yang produktif, maupun pemasok barang offtaker.
Adapun terdapat tiga hal yang membedakan kebijakan RPIM dengan kebijakan pembiayaan UMKM terdahulu.
Perbedaan pertama adalah RPIM merupakan kebijakan pembiayaan yang tidak hanya diberikan kepada UMKM, tetapi juga kepada berbagai pihak yang mendukung unit usaha tersebut, seperti misalnya kelompok, klaster, dan offtaker.
Kemudian yang kedua, yakni penyaluran kredit yang bisa secara langsung maupun kemitraan, sehingga jika ada perbankan yang tidak memiliki keahlian menyalurkan pembiayaan ritel, bisa bermitra dengan berbagai lembaga lain yang memiliki spesialisasi di pembiayaan UMKM.
"Bermitra dengan siapa? Seperti dengan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Pegadaian, dan berbagai Badan Layanan Umum (BLU) pemerintah," kata Perry Warjiyo.
Selanjutnya yang ketiga adalah pembiayaan kepada UMKM nantinya akan bisa diberikan dalam bentuk kredit maupun pembelian sekuritas.
Ia mengungkapkan pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pembelian sekuritas sedang dirumuskan oleh pihaknya bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dengan demikian, nantinya pembiayaan inklusif oleh perbankan kepada UMKM bisa melalui Sekuritas Berharga untuk Pembiayaan Inklusif (SBPI) yang bisa dalam bentuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN) inklusif, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) inklusif, maupun Sukuk BI (Sukbi) inklusif.***