Inilah Arti Ta'aruf yang Benar dalam Islam

15 Januari 2021, 12:49 WIB
Ilustrasi Ta'aruf/ Pixabay /

BAGIKAN BERITA - Istilah ta’aruf saat ini memang cukup popular, khususnya di kalangan remaja yang belum menikah.

Bila kita telusuri secara bahasa maupun istilah, sebenarnya ta’aruf memiliki cakupan yang sangat luas dan tidak hanya terbatas pada satu kalangan saja.

Melalui ayat Alquran, Islam mengajarkan betapa pentingnya ta’aruf dalam bingkai kemanusian tanpa pandang bulu. Karena Islam memandang bahwa semua manusia sama derajatnya di hadapan Allah.

Baca Juga: Kondisi Seseorang yang Membuat Vaksin Covid-19 Tidak Dapat Diberikan

Islam tidak menerima pandangan bahwa suku tertentu, warna kulit tertentu, dan ras tertentu adalah manusia yang lebih baik. Yang membedakan derajat di hadapan Allah hanyalah ketakwaannya.

Karena itu, Islamlah sebenarnya yang menentang dan mengikis ideologi rasisme yang mulai berkembang saat ini.

Meski begitu, tidak ada salahnya jika kata ta’aruf dipakai secara khusus dalam terminologi interaksi antara pria dan wanita yang bukan muhrim sebagai proses menuju jenjang pernikahan. 

Baca Juga: Rentetan Gempa Bumi Guncang Sulawesi Barat Sepanjang Sejarah, Tahun 1969 Tewas 63 Jiwa

Sebelumnya perlu saya jelaskan terlebih dahulu bagaimana Islam memberikan batasan-batasan tata krama interaksi antara pria dan wanita yang bukan muhrim.

Allah berfirman: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya.’” (Q.S. An-Nur [24]: 30-31)

Ayat di atas sebenarnya sudah cukup menjawab permasalahan tata karma hubungan interaksi antara pria dan wanita yang bukan muhrim.

Baca Juga: Evakuasi Korban Gempa Majene, TNU AU Kerahkan Empat Armada Angkut Logistik

Ayat ini mengatakan bahwa jika memandang saja dilarang, apalagi lebih dari itu semisal bercakap-cakap, duduk atau jalan berdua, dan sebagainya.

Karena itulah, Rasulullah SAW memerintahkan jamaah laki-laki agar berdiam sesaat (tidak berdiri untuk pulang) setelah menunaikan shalat jamaah di masjid untuk memberi kesempatan pada jamaah wanita pulang lebih dahulu. 

Namun demikian, Para sahabiyah (sahabat dari kalangan ibu-ibu ) pernah mengadu kepada Rasul SAW.

Baca Juga: Jadwal Acara TV ANTV Hari Jumat 15 Januari 2021, Saksikan Nazar, Radha Krishna, The Next Influencer

Karena merasa tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan para sahabat dalam mendapatkan penjelasan agama. Karena Rasul SAW ketika menyampaikan ajaran Islam dalam majelis, hanya dihadiri oleh kaum laki-laki.

Para wanita itu meminta kepada Rasul SAW agar menyediakan satu hari khusus untuk memberi pelajaran kepada mereka tanpa kehadiran laki-laki.

Siti Aisyah dan istri-istri Rasul yang lain seringkali dimintai fatwa oleh para sahabat laki-laki dan mereka pun menjawabnya seperti biasa meski dilakukan dari balik tirai.

Riwayat ini menjadi alasan para ulama membolehkan interaksi non-muhrim bila dilakukan demi kebutuhan dan kemashlahatan. Seperti belajar mengajar, pengobatan, jual beli, dan sebagainya.

Baca Juga: Jadwal Acara TV ANTV Hari Jumat 15 Januari 2021, Saksikan Nazar, Radha Krishna, The Next Influencer

Ta’aruf yang dikenal di kalangan muda adalah perkenalan dengan lawan jenis yang dimaksudkan untuk dijadikan pilihan calon pendamping hidup.

Jika maksud ta’aruf tersebut seperti itu, maka sebenarnya proses yang dibolehkan sebelum menuju jenjang pernikahan dalam Islam adalah khitbah (melamar).

Nah, dalam khitbah inilah terdapat unsur yang disebut ta’aruf. Saat khitbah berlangsung, para ulama memperbolehkan seorang laki-laki berbicara secara langsung dengan calon istrinya sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kemaslahatan.

Bahkan, jika diperlukan mengetahui hal-hal yang lebih spesifik, diperbolehkan melakukan nazhor yang berarti melihat wanita yang hendak dilamar. Itu pun dilakukan di tempat yang selamat dari kategori khalwat.

Baca Juga: Terungkap, 4 Hari Sebelum Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh, Peramal Indigo Gambar Pesawat Jatuh

Karena itu lebih baik jika saat melamar dapat membawa serta keluarga yang dianggap penting. (Mengenai aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan dalam perkara nadhar insyaAllah akan dibahas secara khusus).

Akan tetapi jika kita kembali pada makna ta’aruf secara umum, maka ta’aruf dengan non-muhrim yang dilakukan beberapa waktu sebelum khitbah tidak dilarang selama memperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam.

Sebenarnya ta’aruf semacam ini tidak terbatas pada satu orang saja. Karena tidak terdapat perjanjian yang mengikat.

Bahkan ada baiknya juga jika dapat berta’aruf dengan lebih dari seorang agar bisa mencari pilihan yang terbaik. 

Baca Juga: Barzan Ibrahim al-Tikriti, Saudara Tiri Saddam Hussein Dihukum Gantung di Irak pada 15 Januari 2007

Jangan sekali-kali mengartikan ta’aruf sebagai pacaran sebagaimana layaknya pergaulan remaja saat ini yang secara tidak langsung menjalin hubungan yang mengikat.

Pacaran tidak dikenal dalam Islam dan kenyataannya orang yang pacaran banyak melanggar norma-norma Islam. ***

Editor: Ahmad Taofik

Tags

Terkini

Terpopuler