Oleh karena itu, kata Reza, ketika Habib Rizieq menolak sidang secara online, narasi yang seketika terbangun adalah perendahan terhadap lembaga peradilan dan penghinaan kepada hakim.
Dia lantas menyampaikan sejumlah contoh terkait dampak psikologis dari persidangan daring, baik terhadap terdakwa maupun sisi hakim selaku pembuat keputusan.
"Beberapa contoh, imigran ilegal, ketika disidang secara online, lebih besar kemungkinannya untuk dideportasi," tuturnya.
Berikutnya, kriminal yang mengajukan jaminan lewat persidangan jarak jauh, jika dikabulkan, ternyata harus membayar jaminan dengan besaran hingga hampir seratus persen lebih tinggi.
Tak hanya itu, pemeriksaan terhadap saksi pada sidang virtual cenderung menghasilkan penilaian bahwa saksi kurang cerdas, terlihat kurang menyenangkan, dan kesaksiannya kurang akurat.
"Terdakwa yang diadili secara virtual juga merasa didehumanisasi dan disconnected. Sehingga mereka lebih sering berteriak dan keluar dari ruang sidang," kata Reza.
Bahkan, posisi kamera yang menyorot hakim pun berpengaruh terhadap penilaian khalayak terkait wibawa dan kemampuan hakim mengatur jalannya persidangan.
Baca Juga: Ada Kejutan, Elsa Akan Punya Saingan Baru di Ikatan Cinta, MNC Picture Beri Bocoran Begini
"Kendala teknologi bisa menambah keraguan pihak-pihak di ruang sidang," ucapnya.