Hari ini 75 Tahun yang Lalu, Ibu Kota Republik Indonesia Dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta

3 Januari 2021, 09:52 WIB
Ilustrasi perjanjian Roem Royen*/Istimewa /

BAGIKAN BERITA - Pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta ini dilakukan dengan alasan keamanan. 

Namun, saat itu, perpindahan ibu kota yang dilakukan dari Jakarta ke Yogyakarta tidak dipersiapkan dengan matang.

Suwiryo, Wali Kota pertama Jakarta, sempat mendatangi Presiden untuk menjamin keamanan Jakarta dan meminta untuk tetap mempertahankan kedudukannya sebagai ibu kota.

Baca Juga: Sejarah Singkat Terpecahnya Korea Jadi Korea Utara dan Korea Selatan, tepat pada 27 Desember 1945

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu pada 14 Agustus 1945, Sekutu memerintahkan Jepang untuk menjaga status quo kekuasaan di Indonesia sampai kedatangan Sekutu ke Indonesia.

Pada  16 September 1945, tentara Sekutu berlabuh di Tanjung Priok Jakarta. 

Tujuannya adalah melucuti dan memulangkan tentara Jepang serta membebaskan para tawanan perang.

Baca Juga: Mengenang Sejarah Kelam Demokrasi di Mesir

Kedatangan Sekutu ternyata diboncengi tentara NICA Belanda yang ingin kembali menegakkan kekuasaan jajahannya di Indonesia. 

Kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketegangan antara rakyat Indonesia yang sudah menyatakan kemerdekaan dengan Belanda yang menganggap Indonesia masih wilayah kekuasaan jajahannya.

Akan tetapi, meningkatnya kekacauan yang terjadi di Jakarta membuat pemindahan Ibu Kota harus segera dilakukan.

Baca Juga: Mengungkap Sejarah Masjid Al Aqsa, yang Merupakan Salah Satu 3 Masjid yang Dimuliakan Umat Islam

Para menteri dan pejabat-pejabat yang telah keluar masuk kediaman Presiden semakin yakin bahwa keamanan Jakarta tidak dapat lagi dipertahankan.

Pada akhir 1945 situasi kota Jakarta menjadi sangat kacau. 

Netherlands-Indies Civil Administration (NICA)-Belanda kembali membuka kantor di bawah kendali H.J van Mook, Belanda bersikeras menguasai ibu kota Republik Indonesia ini kembali. 

Baca Juga: Mengungkap Sejarah Pembangunan Ka'bah, Kiblat Umat Islam di Dunia

Tindakan penculikan dan upaya pembunuhan terhadap sejumlah pemimpin Republik yang baru seumur jagung kerap terjadi.

Mobil Perdana Menteri Sutan Sjahrir, misalnya, pada 26 Desember 1945 dikejar segerombolan orang bersenjata yang menggunakan truk.

Sjahrir nyaris saja terbunuh. Beruntung Polisi Militer Inggris yang sedang berpatroli datang menyelamatkan.  

Baca Juga: Profil dan Sejarah Majalah Charlie Hebdo yang Hina Umat Islam dengan Kartun Nabi Muhammad SAW

Pada 3 Januari 1946, rombongan Soekarno-Hatta dan para menteri kabinet RI dengan menggunakan Kereta Api Luar Biasa (KLB) sekitar pukul 18.00 WIB secara diam-diam meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta sebagai kota tujuan. 

Pemberangkatan dimulai dari belakang rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur No.56. Sebanyak 15 pasukan khusus disiapkan untuk mengawal para tokoh bangsa.

Selama 15 jam perjalanan, pengawalan serta pengamanan diperketat, akhirnya pada Jumat 4 Januari 1946 sekitar pukul 09.00 WIB rombongan tiba di Yogyakarta dengan selamat.  

Baca Juga: Sejarah dan Isi Sumpah Pemuda 28 Oktober, Tonggak Utama Kemerdekaan Indonesia

Sehari setelah rombongan Presiden tiba di Yogyakarta, pihak Sekutu di Jakarta baru diberitahu secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri RI mengenai kepindahan Presiden ke Yogyakarta. 

Namun, pusat pemerintahan kembali terancam saat Belanda melakukan agresi militer II pada 19 Desember 1949. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".

Akibat agresi kedua Belanda tersebut, pusat pemerintahan kembali terancam. Belanda dapat menduduki Yogyakarta, serta menawan dan mengasingkan presiden, wakil presiden, dan beberapa anggota kabinet lainnya ke Bangka.

Baca Juga: PENTING, Sejarah Terbentuknya TNI 5 Oktober Berawal dari Organisasi Badan Keamanan Rakyat

Setelah pendudukan atas Yogyakarta ini, dalam waktu yang tidak terlalu lama hampir semua kota penting di tanah air jatuh ke tangan Belanda. 

Dengan pencapaian hasil tersebut, Belanda mengumumkan Republik sudah tidak ada lagi. Namun, agresi militer Belanda kedua ini menuai kritik dunia internasional, yang memaksa Belanda kembali ke meja perundingan.

Selanjutnya pada Mei 1949, Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen, yang salah satu isinya mengembalikan pemerintah RI ke Yogyakarta.

Baca Juga: Sejarah Hari Batik Nasional, Warisan Budaya Indonesia yang Diresmikan UNESCO

Pada 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta kembali ke Yogyakarta. Sjarifuddin Prawiranegara pun mengembalikan mandat sebagai pemimpin pemerintahan darurat.

Sehari setelah pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 28 Desember 1949, Rombongan Presiden Soekarno kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Dakota milik Garuda Indonesia Airways.

Perpindahan ibu kota kembali ke Jakarta ini tertuang dalam UUD Sementara tahun 1950 dalam pasal 46 yang menyebut: “pemerintah berkedudukan di Jakarta, kecuali jika dalam hal darurat pemerintah menentukan tempat yang lain”. 

Baca Juga: Ini Alasan Disebut Kesaktian Pancasila 1 Oktober, Sejarah dan Makna Pasca Pemberontakan PKI

Dengan demikian secara otomatis fungsi Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan republik yang berlangsung selama kurang lebih empat tahun berakhir.

Pada 17 Agustus 1950 pemerintahan Republik Indonesia secara penuh kembali ke Jakarta setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) membubarkan diri dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).***

Editor: Yusuf Ariyanto

Tags

Terkini

Terpopuler