Berikut Keutamaan Berangkat Shalat Jumat Lebih Awal Pahalanya Setara dengan Berkurban Seekor Unta

- 11 September 2020, 07:37 WIB
Ilustrasi Masjid*/Pixabay.com
Ilustrasi Masjid*/Pixabay.com /

Namun, Imam al-Nawawi, ulama mazhab Syafi‘i mencoba menengahi perdebatan di atas. Arti râha atau rawah yang paling mendekati makna hadits di atas adalah yang dikemukakan oleh al-Azhari. Menurutnya, kata itu bermakna pergi secara umum. Sama saja, apakah pergi pagi, sore, atau malam hari.

Pasalnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa para malaikat mencatat orang yang datang pada jam pertama. Orang yang datang pada jam itu seperti orang yang berkurban atau mengeluarkan hadiah dengan unta. Orang yang datang jam kedua seperti berkurban dengan sapi. Dan seterusnya. Namun, setelah imam keluar dan jamaah sudah mengisi barisan, para malaikat tak lagi mencatatnya. (Lihat: al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, [Beirut: Daru Ihya al-Turatsa] 1992, jilid 6, 135).

  Diketahui pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri berangkat shalat Jumat saat sudah dekat dengan waktu tergelincir maatahari. Artinya sudah lewat waktu keenam sebagaimana dalam hadits di atas. Ini artinya tidak ada masalah dalam masalah kurban dan keutamaan bagi orang yang datang setelah tergelincir matahari.

Baca Juga: Yuk Intip, Park Bo Gum Pertama Kali Pakai Baju Militer saat Latihan Wamil

Penyebutan jam atau waktu pertama di sana hanyalah dorongan untuk berangkat lebih awal. Tujuannya agar orang yang hendak menunaikan shalat Jumat terdorong untuk meraih berbagai keutamaan, seperti keutamaan berlomba dalam kebaikan, keutamaan duduk di barisan pertama, keutamaan menanti shalat Jumat, keutamaan menyibukkan diri dengan amalan sunat, berdzikir, dan itikaf seterusnya. Hanya saja keutamaan itu tidak akan tercapai jika kita berangkat setelah tergelincir matahari atau setelah memasuki waktu zuhur.

Artinya, tidak ada keutamaan bagi orang yang datang setelah waktu zhuhur kecuali memenuhi hak shalat. Sebab, seruan azan sudah dikumandangkan. Tak heran jika ada ulama yang melarang mengakhirkan diri setelah seruan azan.

Ditambahkan oleh al-Nawawi, “Kawan-kawan kami dari kalangan Syafi‘i bersilang pendapat, apakah waktu pertama itu dihitung dari mulai terbit fajar atau dari terbit matahari? Yang paling sahih menurut mereka adalah sejak terbit fajar.” Namun, imbuhnya, orang yang datang pada jam pertama dan orang yang datang jam terakhir sama-sama mendapatkan keutamaan kurban atau sedekah kurban, sapi, dan domba. Namun, unta, sapi, atau domba orang yang datang pertama lebih bagus dari orang yang datang terakhir, sebagaimana dalam hadits yang lain, “Pada hari Jumat, para malaikat duduk di pintu masjid. Di tangan mereka ada lembaran catatan dari perak dan pena pencatat dari emas. Mereka akan mencatat satu persatu yang datang lebih awal sesuai dengan tingkatan mereka.” (HR. Ibnu Mirdawaih).

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Online Polrestabes Bandung Hari Ini, Jum'at 11 September 2020

Hal itu tiada beda dalam shalat berjamaah. Apakah berjamaahnya dua orang atau banyak orang, apakah di rumah atau di masjid.

Inti dari hadits di atas adalah mendorong agar kita berangkat lebih awal, jangan sampai berangkat setelah azan. Tujuannya agar mendapat keutamaan-keutamaan di atas. Ingatlah bahwa pada hari Jumat ada satu waktu yang tidaklah seseorang berdoa atau memohon pada waktu itu kecuali akan dikabulkan. Demikian sebagaimana yang disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Terlebih dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyatakan:

  ثَلَاثٌ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْهِنَّ لَرَكَضُوْا رَكْضَ الْإِبِلِ فِي طَلَبِهِنَّ اَلْأَذَانُ وَالصَّفُّ الْأَوَّلُ وَالْغُدُوُّ إِلَى الْجُمُعَةِ 

“Ada tiga perkara yang seandainya semua orang mengetahui apa yang ada di dalamnya, tentu mereka akan lari seperti unta untuk memburunya. Ketiganya adalah azan, barisan paling depan, dan berangkat shalat Jumat lebih awal” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). 

Ditambahkan Imam Ahmad ibn Hanbal, “Yang paling utama di antara ketiganya adalah berangkat shalat Jumat lebih awal.”   Dalam riwayat lain disebutkan:   Sesungguhnya para malaikat senantiasa memperhatikan orang yang terlambat dari waktunya pada hari Jumat. Satu sama lain bertanya, “Apa yang dilakukan si fulan dan apa yang membuatnya terlambat?” Yang lain menjawab, “Ya Allah, jika yang menyebabkan dirinya terlambat adalah kefakiran maka cukupkanlah.

Jika yang membuatnya terlambat adalah penyakit maka sembuhkanlah. Jika yang membuatnya terlambat adalah kesibukan, maka luangkanlah waktunya untuk beribadah kepada-Mu. Jika yang membuatnya terlambat adalah kelalaiannya maka hadapkanlah hatinya untuk taat kepada-Mu,” (HR. Al-Baihaqi).  

Adanya penjelasan al-Nawawi ini tentu bukan berarti kita boleh menurunkan semangat orang yang hendak berangkat shalat Jumat pagi hari. Namun, tampaknya pendapat inilah yang lebih memungkinkan diterapkan di tengah masyarakat yang super-sibuk seperti sekarang ini.

Halaman:

Editor: Hendra Karunia

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x