Komunikasi Berbasis Empati

6 Agustus 2020, 10:20 WIB
Rini Dianti Fauzi, S.IP, M.Ikom Dosen Manajemen Universitas Pamulang /DOK.Pribadi/

Komunikasi Berbasis Empati


Penulis : Rini Dianti Fauzi, S.IP, M.Ikom
Dosen Manajemen Universitas Pamulang


BAGIKANBERITA-Kehidupan manusia tidak terlepas dari konteks sosial sehingga menuntut kita untuk memiliki kemampuan berkomunikasi agar dapat menjalin relasi yang baik dengan berbagai orang.

Selama kita masih hidup di dunia dan berhubungan dengan manusia, komunikasi tentu tidak dapat dihindari.

Kekeliruan dalam komunikasi, tidak hanya membuat hubungan antarmanusia jadi terganggu, namun juga sangat berbahaya baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis.

Baca Juga: Harga Emas Logam Mulia Hari Ini Kamis 6 Agustus 2020


Saya agak tergelitik dengan sekelumit kejadian dari seorang pemilik cafe yang mengomentari style dari konsumen yang menggunakan sendal jepit dan berpakaian ala kadarnya ( piyama, daster, kain gendongan batik ) saat berkunjung yang akan membuat “down grade” cafenya, dan kemudian dimention & diunduh di sosial media si pemilik cafe.


Dan anda tau apa komentar para netizen dan hujatannya, ketika jari jemari lentik menjadi pedang yang tajam, beberapa kutipan dari netizen :

-biar pake sendal jepit tapi kan bayar, pake piyama karena caffe nya menyatu dengan hotel, pelanggan adalah raja.

Baca Juga: New Normal Butuh Waktu Untuk Menjadi Kebudayaan di Masyarakat

- udah dilarisin bebas donk mo pake baju apa aja, masak make kebaya-loe pikir kartinian, jangan mandang orang sebelah mata, kalo mau nyampein sesuatu harus ada etika nya mbak...,

Pakaian memang ada etikanya tapi beropini baik itu berbicara maupun menulis juga ada etika, coba deh attitudenya benerin dulu , yakali konsumen kesitu gratisan.

Ya memang sih pake sendal itu kadang gak etis tapi penyampaiannya gak usah menghina gitu donk, duit dari customer bukan dandanan customer, sebagai owner harusnya tau gimana caranya treat customer dengan baik dan ribuan komentar netizen lainnya.

Baca Juga: Unggah Foto Bersama Keluarga Baru, Kahiyang Masih Rahasiakan Nama Bayinya


Dari kasus diatas saya coba menelaah bahwa maksud si pemilik  adalah agar konsumen yang berkunjung dengan pakaian yang rapi dan menyesuaikan , tapi cara penyampaian yang kurang tepat.

Dan para konsumen ini adalah anak-muda generasi milenial dan generasi Z yang cara berkomunikasi mereka adalah blak-blakan terbuka , independen, egaliter, kritis.

Menyampaikan secara langsung dengan bahasa yang lugas, percaya diri, ingin mengubah dunia dengan berperan sosial dalam masyarakat global.

Baca Juga: Keren! Anang Hermansyah Akan Beri Mobil Maung Pindad Untuk Kado Pernikahan Aurel dan Atta Halilintar

Sementara si pemilik cafe adalah generasi Gen X, dua generasi yang berbeda.

Saat dua generasi bersinggungan, mereka akan saling melontarkan komentar mengenai siapa yang lebih dan apa yang benar atau tidak benar dilakukan oleh generasi lainnya.

Karena pada intinya masing-masing generasi memang berbeda.

Baca Juga: Dapat Wangsit Saat Ritual Di Goa, 4 Paranomal Ini Klaim Punya Obat Covid-19 Murah


Saya kemudian teringat dengan webinar yang menjadi kegiatan rutin saya selama pandemi ini dimana jubir Kemenhub yaitu Mbak Adita Irawati.

Beliau mengatakan bahwa dalam situasi saat ini maka Komunikasi berbasis empati sangat diperlukan.

Karena situasi yang tidak menentu dan menghkawatirkan yang mempengaruhi suasana bathin .

Baca Juga: Putra Betawi FC Pondok Aren Tangerang Selatan Juara Turnamen Trofeo Priyang Putra Melati Tangerang

Mengemas pesan haruslah dengan baik , menarasikan subtansi dengan baik dan menyentuh emosi dalam pesan atau berkomunikasi.


Mengutip dari buku Generation Gap – Seni menjalin komunikasi antar generasi yang ditulis oleh Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu.

Presenter kondang yang piawai dalam komunikasi mengatakan bahwa setiap Generasi memang berbeda.

Baca Juga: Dari F&B Menjadi GM Hotel, Kunci Kesuksesan Gerri Primacitra Suka Tantangan

Ada Generasi Baby Boomers ( 1946-1964), Generasi X (1965-1980), generasi Milenial ( 1981-1995), Generasi Z ( 1995-2012).

Setiap generasi memiliki karakter , sikap, cara pandang , kebiasan dan motivasi yang berbeda.

Masing-masing generasi memang berbeda. Setiap generasi memiliki sudut pandang yang berbeda.

Keterbukaan dan komunikasi sangat penting dalam menjalin hubungan dan menyelaraskan hati. Gaya komunikasi setiap generasi memang berbeda.

Baca Juga: Museum Sonobudoyo Yogyakarta Gelar Pameran Rajata ( Perak ) Kerajaan Mataram Islam

Gesekan tidak bisa dihindari, tapi titik temunya bisa kok dengan Audience analisis : empathy, mapping and profiling audience.

Bagaimana membangun komunikasi yang menyakinkan pendengar :

  • Memahami dan menyakini dinamika yang harus dihadapi.
  • Bagaimana cara mendeliveri pesan yang meyakinkan, professional appreciate, total look. Gestur tubuh, pakaian, sorot mata, ekpresi wajah.
  • Cara pandang yang menyentuh emosi.
  • Komunikasi dengan respect karena setiap individu unik dan berbeda
    Termasuk generasi manakah kita dan termasuk generasi manakah lawan bicara kita.

Empati dalam berkomunikasi akan memudahkan kita untuk membangun hubungan yang lebih erat terbuka dan sejalan dengan lawan bicara saling memahami dan saling menghargai orang lain.

Baca Juga: Viral Sampai Malaysia, Gadis Asal Yogyakarta Hanya Bernama ’Y’

Salah satu kebutuhan terdalam manusia adalah hasrat untuk dimengerti.

Empati menurut Joseph A. Devito dalam bukunya Human Communication: berpendapat bahwa empati adalah kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berempati Menurut Koestner & Franz :

  • Pola asuh Perkembangan empati lebih mudah terjadi pada lingkungan keluarga yang telah memberikan kepuasan pada kebutuhan emosional anak sehingga anak tidak terlalu mementingkan kepentingan sendiri.
  • Kepribadian Faktor kepribadian berpengaruh terhadap tingkat empati seseorang.
  • Individu yang mempunyai kebutuhan berafiliasi tinggi cenderung mempunyai tingkat empati dan nilai nilai prososial yang tinggi pula.
  • Usia Tingkat empati seseorang semakin meningkat dengan bertambahnya usia, karena kemampuan pemahaman perspektif terhadap orang lain juga meningkat bersamaan dengan usia.
  • Derajat kematangan, empati dipengaruhi oleh derajad kematangan individu. Derajat kematangan adalah besarnya kemampuan individu dalam memandang suatu hal secara proposional.
  • Sosialisasi merupakan proses melatih kepekaan diri terhadap rangsangan sosial yang berhubungan dengan empati dan sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial.

Baca Juga: Canon Luncurkan EOS 850D, Kamera DSLR Entry-Level dengan Fitur Semi-Pro

Sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami empati artinya mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang Berbicara dengan hati, memberikan ornamen rasa empati didalamnya.

Empati selalu dibutuhkan dalam komunikasi sehari-hari sehingga menjadikan interaksi sosial yang baik agar mendapat manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.


Semoga kita bisa berkomunikasi berbasis empati. Selaraskan gaya komunikasi.***

Editor: Hendra Karunia

Tags

Terkini

Terpopuler