Dampak Kudeta di Myamnar, Para Warga Terus Lakukan Aksi Demonstrasi

1 Mei 2021, 14:29 WIB
Ilustasi demonstrasi /Pixabay.com/

BAGIKAN BERITA - Sejumlah demonstran yang menentang pemerintahan militer berbaris di Myanmar pada tanggal 27 April 2021 lalu.

Dilansir Bagikanberita.com dari Reuters.com, pasukan keamanan sudah mencoba dalam mengakhiri perbadaan pendapat serta memaksakan otoritasnya kepada rakyat Myanmar.

Berdasarkan kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), kerumunan keluar demi hari menolak junta, setidaknya sudah 759 para demonstran telah tewas di Myanmar.

Baca Juga: Kudeta yang Dilakukan Myanmar Picu Ketegangan di Wilayah Perbatasan dengan Negara Thailand

"Tujuan kami, demokrasi, tujuan kami, serikat federal. Pemimpin yang ditangkap bebas," teriak pengunjuk rasa di salah satu dari dua aksi unjuk rasa di kota utama Yangon.

Suu Kyi (75), telah dipenjara sejak kudeta 1 Februari 2021 bersama dengan banyak anggota partainya. AAPP menuturkan lebih dari 3.400 orang telah ditahan karena menentang militer Myanmar.

Media setempat melaporkan beberapa ledakan kecil di area yang berbeda termasuk Yangon pada Jumat malam dan Sabtu malam. beruntung tidak ada korban jiwa yang terkena ledakan tersebut.

Baca Juga: Indonesia Menjadi Juru Damai di Konflik Myanmar, Andi Arief: Menurut Saya Tidak Akan Dianggap

Menurut para diplomat yang menghadiri pertemuan pribadi, utusan khusus PBB untuk Myanmar mengungkapkan kepada Dewan Keamanan pada Jumat tidak adanya tanggapan kolektif internasional terhadap kudeta.

Menurut diplomat Schraner Burgener, administrasi umum negara dapat ambil resiko terhenti akibat gerakan pro demokrasi yang terus berlanjut, kesewenang-wenangan dan penindasan militer.

Dirinya juga mengutarakan pada diplomat lain, bahwa laporan tentang tindakan keras beresiko merusak momentum dalam mengakhiri krisis, menyusul pertemuan 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Baca Juga: Pemimpin Junta Myanmar Akan Datang ke Indonesia dalam KTT ASEAN, PM Thailand Dipastikan Absen

Tak hanya itu, ia begitu prihatin atas meningkatnya kekerasan di Myanmar.

Pelapor khusus PBB menilai situasi hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, mengatakan Min Aung Hlaing telah menggunakan KTT itu sebagai "taktik propaganda".

"Memang, dia mencoba tampil menjadi apa yang bukan dirinya, seorang pemimpin yang sah," ujar Andrews dalam sebuah posting di Twitter.***

Editor: Yusuf Ariyanto

Sumber: Routers

Tags

Terkini

Terpopuler