Inilah 8 Poin Penting SBY Terkait Drama Politik di AS dari Kekerasan Sampai Ketidakjujuran

- 20 Januari 2021, 17:53 WIB
8 poin Penting SBY terkait Drama Politik di AS dari Kekerasan Sampai Ketidakjujuran
8 poin Penting SBY terkait Drama Politik di AS dari Kekerasan Sampai Ketidakjujuran /instagram/#susilobambangyudhoyono/

BAGIKAN BERITA - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mantan presiden ke-6 Indonesia ikut berkomentar mengenai transisi kekuasaan di Amerika Serikat.

Bahkan bapak dari Agus Harimurti Yudhoyono ini ikut memberi nasehat kepada Presiden AS Donald Trump agar sportif menerima kekalahannya dari Joe Biden.

Seperti diketahui bahwa pasangan Joe Biden dan wakilnya Kamala Harris telah memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat dan akan dilantik pada 21 Januari 2021 pukul 12.00 WIB.

Baca Juga: Asik! Ustad Yusuf Mansur Akan Jodohkan Anaknya dengan Hasan Anak Syekh Ali Jaber, Wirda Mau?

Namun pelantikan tersebut belum tentu berjalan mulus karena para pendukung Donald Trump masih belum menerima kemenangan Joe Biden.

Bahkan beberapa waktu yang lalu, pendukung presiden yang kalah melakukan unjuk rasa dan menduduki Gedung Capitol Hill dengan menyerang petugas keamanan dengan menggunakan senjata.

Menjelang pelantikan nanti, SBY yang pernah mengalami masa peralihan kekuasaan meminta kepada Donald Trump untuk menjadi seorang pemimpin yang jujur, tidak lagi menghasut pendukungnya untuk berbuat kerusuhan yang bisa menewaskan warga sipil Amerika Serikat.

Baca Juga: Waduh! Mbak You Pernah Menikah dengan Ular dan Kesepian Tidak Pernah Dipegang Tangannya oleh Pria

Di akun twitter pribadinya SBY menjelaskan delapan drama politik di AS yang dapat dipetik pelajarannya;

"Pertama, sistem demokrasi tidaklah sempurna, terutama implementasinya. Ada wajah baik & wajah buruk dalam demokrasi. Namun, tidak berarti sistem otoritarian & oligarki lebih baik.

Kedua, di era "post-truth politics", ucapan pemimpin (presiden) hrs benar & jujur. Kalau tidak, dampaknya sgt besar. Ucapan Trump bhw pilpresnya curang (suaranya dicuri) timbulkan kemarahan besar pendukungnya. Terjadilah serbuan ke Capitol Hill yg coreng nama baik AS.

Baca Juga: Naca, Bocah 3 Tahun Sukses Bawa Atta Halilintar Ikut Goyang Bareng

Ketiga, "post-truth politics" (politik yg tdk berlandaskan pada fakta), termasuk kebohongan yg sistematis & berulang, pada akhirnya akan gagal. Pemimpin akan kehilangan "trust" dari rakyatnya, krn mereka bisa bedakan mana yg benar (faktual) dgn yg bohong (tdk faktual).

Keempat, tiap pemilu ada yg menang, ada yg kalah. Meskipun berat & menyakitkan, siapapun yg kalah wajib terima kekalahan & ucapkan selamat kpd yg menang. Itulah tradisi politik & norma demokrasi yg baik. Sayangnya, sbg champions of democracy, ini tdk terjadi di AS skrg.

Kelima, kali ini pergantian kekuasaan yg damai (smooth & peaceful) tak terjadi di AS. Transisi kekuasaan dibarengi luka, kebencian & permusuhan. Ini petaka bagi AS yg politiknya terbelah (deeply divided). Energi Biden bisa habis utk satukan AS hadapi tantangan ke depan.

Baca Juga: Secuil Kisah Surat Al Ikhlas yang bisa mengantarkan Kita ke surga

Keenam, jelang pelantikan Biden, Washington DC mencekam, banyak barikade & dlm pengamanan ketat 25.000 tentara. Siapa ancamannya ? Kali ini bukan musuh dr luar, spt biasanya, tapi "teroris domestik". Ini titik gelap dlm sejarah AS. Juga warisan buruk yg ditinggalkan Trump.

Ketujuh, setiap krisis selalu ada pahlawannya. Saya respek kpd Wapres Mike Pence yg tunjukkan karakter kesatrianya dgn menerima hasil Pilpres yg lalu meskipun kalah. Dia tolak “perintah” Trump utk ubah hasil pemilu krn tak berdasar. Dia hormati konstitusi & demokrasi.

Kedelapan, Pence bukan tipe yg haus kekuasaan. Dia tak memanfaatkan kesempatan utk ambil alih kepemimpinan meskipun."***

Editor: Ali Bakti

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x