Lu mengatakan undang-undang tersebut telah memperkuat definisi kekerasan dalam rumah tangga untuk memasukkan pelecehan emosional serta fisik, dan untuk diterapkan pada korban dan pelaku yang tinggal bersama meskipun mereka bukan keluarga.
“Ini menunjukkan konsep dasar hukum negara hukum dalam hal anti kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.
Namun penegakannya dirasa kurang, dan masih ada rintangan termasuk mengatasi tabu dan nilai tradisional di antara masyarakat dan pihak berwenang, terutama di daerah pedesaan.
Lu mencatat bahwa banyak wanita di daerah pedesaan sering kembali ke suami yang tidak menghargai wanita, bahkan mereka tidak memiliki dukungan keuangan atau lainnya setelah mencoba untuk berpindah ke daerah lain.
“Kurangnya sistem dukungan sosial bagi perempuan yang mengalami kekerasan gender, termasuk pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga,” kata Lu.
Adik perempuan Lhamo bernama Dolma mengatakan Tang telah berulang kali menyerang kakaknya setelah pernikahan terjadi.
Setelah Lhamo meninggalkannya pertama kali pada Maret 2020, dia diduga memaksanya untuk menikah lagi dengan mengancam anak-anak mereka.
Lhamo mengajukan gugatan cerai lagi pada bulan Juni dan bersembunyi bersama keluarganya. Tang mencarinya, diduga menyerang Dolma ketika dia tidak memberitahunya di mana saudara perempuannya berada.*** (Disnu Restu Oktazian/PR Tasikmalaya)