Eka Santosa Menilai Warga Jabar Lebih Menerima Ganjar Pranowo Daripada Jokowi

- 13 Februari 2024, 21:06 WIB
Eka Santosa
Eka Santosa /

BAGIKAN BERITA- Ketua DPW Dukung Ganjar Pranowo Presiden RI Kedelapan (DGP8) Provinsi Jawa Barat, Eka Santosa menjelaskan, warga Jawa Barat lebih menerima Ganjar Pranowo daripada Jokowi.

Hal tersebut dijelaskan Eka Santosa di Media Center DGP8 Jabar, Senin, 12 Februari 2024 di jalan Gatot Subroto No.319 Kota Bandung.

Sebelum menjelaskan  hal tersebut, Eka Santosa menceritakan perjalanan DGP8 Jawa Barat selama ini.

Baca Juga: Pembunuh Dante Putra dari Tamara Tyasmara Jalani Tes Kejiwaan 13 Jam, Ini Hasilnya

"Relawan adalah sebuah pilihan, dan kami klop dengan teman-teman se-Indonesia, mulai dari Pulau Dewata Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara," kata Eka Santosa.

Eka Santosa menambahkan, dirinya menangkap DGP8 dari namanya saja tegas dan unik, dan tidak sumir, dari sejarahnya DGP8 terbentuk dari sebuah komunitas yang pada akhirnya terbentuk menjadi kelembagaan formal.

"Pada akhirnya saya diminta menjadi Ketua DGP8 Jabar, mulai dari pengangkatan dan akhirnya menjadi penggerak di Jabar," ungkap Eka Santosa, "Saya tidak melihat strata, yang terpenting memenangkan Ganjar Pranowo di Jawa Barat," tegasnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Pastikan Tak Akan Ikut Kampanye Akbar Dukung Prabowo-Gibran di GBK

Lebih lanjut Eka Santosa mengungkapkan, DGP8 Jabar formalnya ada pengukuhan Provinsi dan Kabupaten, sekaligus Rapimnas pertama di Jabar, yang dihadiri tokoh TKN Ahmad Basarah, "Mulai dari sana kita bergerak membentuk kepengurusan DGP8 Jabar walaupun tidak keseluruhan," ujarnya.

Eka Santosa menjelaskan, DGP8 Jabar kemudian mengadakan Rapimwil yang telah diadakan tiga kali, dilanjutkan pemetaan politik, membuat rencana strategis, menyusun langkah-langkah dan peningkatan simpul-simpul dan komunitas.

"Selain kita mengkonsolidasikan diri ke Partai, kita juga berinteraksi dan berkomunikasi dengan relawan yang lain, bahkan pada waktu itu ada Sekretariat Bersama atau Sekber," ungkap Eka Santosa.

Baca Juga: Fahira Idris Diduga Melanggar, Bawaslu Akan Panggil untuk Klarifikasi

Menurut Eka Santosa DGP8 Jabar memetakan mana wilayah yang bolong-bolong di Jabar, dan mana yang harus diprioritaskan, contohnya di Pantura sudah cukup ada PDIP sebagai partai pemenang di sana, dan secara historis PDIP memiliki suara permanen di Pantura, jadi DGP8 Jabar men-support pinggir-pinggir Pantura.

"Tapi ada juga yang digenjot oleh DGP8 Jabar, seperti diketahui  Jawa Barat secara geopolitik ada lima kluster, pertama Bandung Raya meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Cimahi," kata Eka Santosa.

Kemudian menurut Ekas Santosa ada Priangan Timur, mulai dari Subang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kota Banjar dan Pangandaran, lalu ada Priangan Barat, mulai dari Sukabumi, Cianjur, lalu ada Bodebek, yakni Bogor, Depok, dan Bekasi, kemudian ada Purwasuka, yakni Purwakarta, Subang, dan Karawang, lalu ada Ciayumajakuning.

 

"Jadi lima kluster itu pendekatannya bukan ke dapil, jadi kita memetakan wilayah mana yang harus digenjot, misalnya wilayah tengah Jabar yang menjadi perhatian kita," kata Eka Santosa.

 

Eka Santosa menjelaskan, melihat dari data Pemilu legislatif dan Presiden 2014 dan 2019 ada kejomplangan di wilayah Bogor, suara Prabowo ada dua juta lebih, sedangkan suara Jokowi hanya 800 ribuan.

Baca Juga: Mengejutkan, 196 Anggota DPR Bolos Rapat Paripurna, Puan Maharani Beri Reaksi Begini!

Kemudian Kabupaten Sukabumi suara Prabowo satu juta lebih, sedangkan suara Jokowi hanya 400 ribuan, itu jomplang, namun menjadi pertanyaan apakah masyarakat Bogor yang memilih Prabowo pada saat itu akan memilih Prabowo lagi, dan yang memilih Jokowi akan memilih lagi.

 

"Kita lihat waktu itu terpecahkan oleh pembagian dari partai pendukung, oleh karena itu data legislatif kita lihat juga, maka ada dua pola pendekatan, yakni pendekatan kewilayahan dan pendekatan komunitas, DGP8 lebih cenderung pendekatan kepada komunitas," ungkap Eka Santosa.

 

Menurut Eka Santosa pendekatan komunitas lebih terukur, misalnya ada berapa masyarakat adat, dan pihaknya melakukan komunikasi intensif dan konsolidasi, mulai dari Sukabumi, Kabupaten Bandung, Cianjur, Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut.

 

Juga ada komunitas pemerhati lingkungan, dan DGP8 Jabar intensif berkomunikasi dengan Forum Daerah Aliran Sungai, Penyelamat Hutan, bahkan dengan komunitas hobi dan komunitas kedaerahan Nias yang mencapai 40.000 orang, serta komunitas orang Jawa yang ada di Jabar.

 

"Kita tetap melihat, ada daerah-daerah yang secara signifikan contohnya di Tasikmalaya ada yang mencolok, di sana PDIP selalu satu kursi DPR RI, namun ada partai baru tiba-tiba mendapat tiga kursi, pertanyaan saya sekarang apakah benar Partai Gerindra dari dapil Tasikmalaya mendapat tiga kursi DPR RI, maka hal seperti itulah yang akan kita pompa," kata Eka Santosa, "Pada akhirnya DGP8 Jabar menyisir selatan Jabar, seperti Tasikmalaya, Cianjur Selatan, Garut Selatan," ujarnya.

 

Eka Santosa mengatakan, tetap mengait aspek-aspek budaya, oleh karena itu pihaknya secara khusus datang ke Sumedang, hadir pula warga Subang dan Majalengka, "Kita di sana berkolaborasi dengan Keluarga Besar Solihin GP diwakili kang Mamay yang mensupport moril dan segala hal," ujar Eka Santosa.

 

"Kita menyoroti 02 mondar-mandir datang ke Sumedang sampai tiga kali dan membawa kekuatan isu pertanian yaitu Food Estate, ada apa ini, bahkan 02 membawa jagoannya, kalau istilah kita 'pepeuleukek', secara kultur kita merasa terganggu," tegas Eka Santosa.

 

Jadi menurut Eka Santosa, ada orang yang bukan berasal dari Jawa Barat tapi mengklaim dan mengatakan Sumedang, Majalengka dan Subang yang tadinya daerah merah akan dirubah oleh jagoan tesebut, "Jadi kami mempertanyakan dia siapa, jadi secara budaya dan emosional kami terganggu, memangnya orang Sunda tidak punya harga diri," tegas Eka Santosa.

 

Akhirnya menurut Eka Santosa, DGP8 Jabar mengumpulkan masyarakat Sumedang, Majalengka, dan Subang di Rancakalong Sumedang, "Setelah diberi pemahaman Alhamdulillah mereka mengerti, dan kami optimis pendekatan budaya lebih penting," kata Eka Santosa.

 

Lebih lanjut Eka Santosa mengungkapkan, Ahamdulillah Bogor ada perbaikan, karena memang para kader di Bogor agresif dan bekerja terus, "Begitu juga di Cianjur sampai kemarin kader saya mengadakan bazar di sana" ujarnya.

 

Eka menegaskan, dirinya bangga dengan kinerja teman-teman relawan DGP8 Jabar, sedangkan hubungan dengan partai pihaknya selalu normatif berkomunikasi dan berkoordinasi dengan TKN, "Kami fokus bagaimana caranya Ganjar Pranowo menang di Jawa Barat," ujarnya.

 

Terkait prediksi kemenangan Ganjar Pranowo di Jabar, Eka Santosa mengungkapkan, pihaknya melihat dari sisi kultur, dan budaya politik Jawa Barat yang memang memiliki sebuah keanehan dibandingkan dengan daerah lain di pulau Jawa.

 

Menurut Eka Santosa faktor figur sangat penting di Jawa Barat, misalkan dilihat data Pemilu, diketahui ada tiga calon, komunikasinya calon 01 ada di Partai Nasdem, PKS, dan PKB, kalau diakumulasikan ada 6 juta suara dari hasil Pileg 2019.

 

Lalu ada Paslon 02, belum apa-apa sudah ada 12 juta suara, di sana ada Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN, jadi akumulasinya cukup signifikan, yakni di atas 10 juta suara kalau melihat dari hasil Pemilu 2019.

 

"Kalau kita lihat paslon 03, suara PDIP ada 3,5 juta suara, PPP ada 1,3 juta suara, dan Hanura ada 260 ribuan suara, dan Perindo ada 600 ribuan suara, dan mudah-mudahan Perindo suaranya naik," ujar Eka Santosa.

 

Menurut Eka Santosa kalau melihat data tersebut Paslon 03 suaranya paling kecil jumlah akumulasi dari konfigurasi partai pendukung, karena memang cukup berat, dan kalau diasumsikan belum apa-apa

 

"Memang modal dasar kita di bawah 6 juta suara, tetapi tidak demikian, sebab kalau dari logika Pilpres, kita lihat saat Pilpres 2019 kalau kita lihat dari angka Prabowo di mana belum ada Golkar dan PKB, akumulasinya 12 juta suara dari Partai yang mengusung Prabowo," ungkap Eka Santosa.

 

Sebaliknya menurut Eka Santosa, yang mendukung Jokowi ada 11 juta suara, tapi outputnya di Pilpres 2019, Prabowo suaranya 16 juta, artinya ada penambahan, sebaliknya Jokowi dari 11 juta suara outputnya hanya 10 juta suara, artinya bukan ada kecurangan, jadi tidak semua orang yang memilih partai pendukung Jokowi pada waktu itu semua memilih Jokowi.

 

Maka kata Eka Santosa, contoh ekstrim di Sukabumi saat Pilpres 2019, waktu itu Bupatinya dari Golkar, tapi jomplang, padahal Golkar pada waktu itu mendukung Jokowi, "Kita lihat lagi contoh ekstrim di Majalengka, selalu di sana PDIP menang, tapi Pilpresnya tidak pernah menang, baik di tahun 2014 dan 2019," ujarnya.

 

"Subang pada waktu itu konsisten, begitu juga dengan Cirebon dan Indramayu, justru Jokowi menang di Banjar, jadi berbeda melihat partai dan melihat figur, saya dari awal sudah mengatakan bahwa Ganjar Pranowo ini adalah sosok yang bisa diterima oleh kriteria dasar secara kultur," tegas Eka Santosa.

 

Terkait pemimpin, Eka Santosa menegaskan, pertama pemimpin itu hade gogog hade tagog, artinya harus bagus bicara, tegas, lugas, dan ganteng, karena tagog artinya penampilan.

 

Kedua pemimpin harus nyantri yaitu berbasis agama, taat beribadah, lalu mushola yaitu intelektual, karena bukan S2 nya tapi memang Ganjar Pranowo Ketua Alumni UGM dua periode.

 

Ketiga pemimpin harus Nyunda, artinya paham budaya, karena nama Ganjar juga banyak di Jawa Barat, dan juga Pemimpin harus nyantika.

 

"Hal ini memberikan optimisme, dan saya lihat maaf, orang Jawa Barat lebih bisa menerima Ganjar Pranowo daripada Jokowi," tegas Eka Santosa.

 

Jadi menurut Eka Santosa tidak usah khawatir dengan angka-angka, apalagi ditambah adanya Mahfud MD, karena Jawa Barat terkenal religius, dan Islamnya kuat, jadi Mahfud MD masuk kriteria masyarakat Jabar.

 

Masyarakat Jabar kata Eka Santosa selain mengagumi Bung Karno juga mengagumi sosok Solihin GP dan Ali Sadikin, "Jadi kalau masyarakat Jabar ditanya siapa Gubernur Jabar pasti menjawab Solihin GP, yang lain hanya penggantinya," ujarnya.

 

Sosok Ali Sadikin yang fenomenal kata Eka Santosa ada di diri Ganjar Pranowo, bahkan DGP8 meminta isteri Ganjar Pranowo yakni Siti Atikoh sering ditampilkan di hadapan publik Jabar, karena sosok ibu pendamping sangat berpengaruh, jadi kesempurnaan pemimpin itu ditandai dengan pendampingnya, apalagi ibu negara itu menjadi syarat penting.

 

"Apalagi ada sosok anak Ganjar Pranowo bernama Alam yang dididik dengan baik, yang kebetulan namanya sama dengan tempat saya yaitu Alam Santosa," kata Eka Santosa.

 

Di akhir paparannya Eka Santosa mengatakan, orang Bandung dan Jabar itu moderat, tapi komitmen dan integritas yang menjadi tuntutan, "Jadi saya tegaskan sekali lagi, Ganjar Pranowo lebih diterima masyarakat Jabar daripada Jokowi," pungkasnya.

Editor: Hendra Karunia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah