Minimnya Literasi di Kalangan Mahasiswa

- 14 Desember 2022, 13:02 WIB
Ilustrasi mahasiswa
Ilustrasi mahasiswa /Pixabay/Ulrich

BAGIKAN BERITA- Mahasiswa adalah sebutan untuk seseorang yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Dengan demikian mahasiswa diharapkan menjadi generasi penerus dengan berbekal kemampuan dan keahlian yang didapatkan selama menjalani proses pembelajaran sesuai kompetensi keahlian.

Selain memikul tugas untuk belajar di perguruan tinggi, mahasiswa juga memiliki peranan dan fungsi di masyarakat.

Baca Juga: Sinopsis Suami Pengganti Rabu 14 Desember 2022 di ANTV, Gawat! Justin Menemui Kiara

Pada dasarnya mahasiswa di Indonesia memiliki peranan dan fungsi, di antaranya sebagai agen perubahan, iron stock, dan pengontrol dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Sebagai manusia paling terpelajar, adalah benar kesepakatan untuk menumpukan peran generasi ini menjadi agen perubahan menuju bangsa yang hebat.

Di mana mereka diharapkan mampu untuk menjadi sumber daya pembawa perubahan terhadap bangsa untuk lebih maju dan kuat.

Namun era kini jutaan penyandang gelar manusia paling terpelajar lupa dengan perannya, lalai dengan tugasnya, hanyut dalam gegap gempita moderenisasi zaman. Tidak sedikit dari mereka yang tidak lagi ingat bagaimana menempatkan adab sebelum ilmu, abai tentang moral dalam kehidupan sosial di masyarakat.

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING Semifinal Piala Dunia Prancis vs Maroko, Siapakah Pemenangnya

Ini tidak lepas dari ketidaksadaran mahasiswa pada kebutuhan literasi, baik dasar, karakter, maupun kompetensi.

Semakin hari perasaan butuh terhadap literasi di kalangan mahasiswa kian menurun, sehingga kaum pelajar khususnya kini darurat literasi.

Sejalan dengan survey yang dilakukan Program for International Student Assesment yang menunjukkan Indonesia menempati peringkat sepuluh dari bawah untuk negara yang memiliki tingkat literasi.


Mengapa insan-insan pelajar kita hari ini menjadi demikian? Ya, rendahnya kecintaan terhadap literasi menjadi alasan paling mendasar. Salah satunya dikarenakan lingkungan tidak lagi gencar memberikan aksi nyata terhadap budaya literasi.

Baca Juga: Preview Pertandingan Prancis Vs Maroko di Semifinal Piala Dunia FIFA World Cup 2022 Qatar, Live Indosiar SCTV

Apa itu budaya literasi? Budaya literasi adalah suatu tindakan dalam lingkungan masyarakat yang dikerjakan secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan, yang kemudian berkembang menjadi sebuah pedoman dalam melakukan segala bentuk kegiatan membaca, menulis, dan berpikir kritis.

Menurut para ahli, literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah, memahami, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasikan teks. Di mana keseluruhan hal tersebut merujuk pada kompetensi atau kemampuan lebih dari sekedar membaca dan menulis.

Secara etimologis literasi sendiri berasal dari bahasa Latin “literatur” yang artinya adalah orang yang belajar. Sejalan dengan perkembangan zaman, selain literasi baca dan tulis, kini turut berkembang pula literasi budaya, literasi digital, literasi finansial, literasi sains dan banyak lainnya.

Sebagi pemilik gelar manusia paling terpelajar sudah barang tentu memikul harapan segenap masyarakat agar mampu menyampaikan gagasan melalui proses kritik, pun memiliki kredibilitas yang tidak diragukan.

Untuk mendapatkan itu, setidaknya gerakan budaya literasi harus dimiliki. Sekali lagi kenyataan hari ini sungguh sedikit mahasiswa yang berminat menghidupkan kembali budaya literasi yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar setiap orang yang belajar untuk menambah khazanah keilmuan.
Terlebih di era digital kini arus informasi kian pesat.

Kemampuan untuk mengolah, memahami, dan menganalisis informasi sangat perlu untuk dimiliki tidak terbatas hanya kepada kalangan mahasiswa, namun masyarakat umum juga demikian.

Baca Juga: Cara dan Syarat Pengajuan KUR BRI Bulan Desember 2022, Tanpa Agunan Bunga Rendah, Bisa Daftar Online


Kurangnya literasi di kalangan mahasiswa tanpa disadari akan menciptakan generasi malas yang minim pengetahuan sehingga tidak mampu bersaing secara nasional maupun internasional.

Ini berbahaya untuk kestabilan negara, sebab generasi yang tidak mampu memenangkan persaingan akibat minimnya pengetahuan akan sulit mengembangkan potensi, berpikiran dangkal, minder, dan abai terhadap hal apapun di sekitar akibat kekalahan-kekalahan yang dialami.

Maka langkah pertama adalah memotong rantai kemalasan untuk kembali membangkitkan perasaan butuh terhadap literasi. Ini bisa dimulai dengan membaca buku-buku ringan seperti komik, novel, cerpen, dan lain sebagainya sesuai genre yang digemari.

Pertama mungkin tidak akan langsung memberikan efek butuh, namun setidaknya otak mulai terstimulasi untuk mencerna informasi tekstual.

Perlahan akan muncul imajinasi serangkaian peristiwa dari apa yang kita baca, dimulai dari sebab, akibat, konflik, solusi, klimaks.

Setelah otak terbiasa menerima informasi maka secara otomatis akan terbiasa mencerna untuk menumbuhkan ketajaman pemahaman. Seterusnya lakukan kegiatan itu dan tingkatkan sesuai kapasitas otak.

Baca Juga: Hasil Semifinal Argentina vs Kroasia, Tim Tanggo Melaju ke final Piala Dunia Qatar Setelah Kalahkan Kroasia

Dengan demikian maka perlahan perasaan butuh terhadap literasi akan mulai kita rasakan. Inilah langkah awal bagaimana menuju generasi cakap, tanggap, dan tidak gagap dengan perkembangan informasi dunia sehingga memiliki daya saing.

Kecakapan dalam menerima dan memproses informasi akan mencetak generasi yang penuh percaya diri. Tanggap dalam setiap perubahan dan kemajuan zaman menumbuhkan rasa untuk terus berbenah dalam upaya mengupgrade diri.

Dengan demikian maka perlahan perasaan butuh terhadap literasi akan mulai kita rasakan. Inilah langkah awal bagaimana menuju generasi cakap, tanggap, dan tidak gagap dengan perkembangan informasi dunia sehingga memiliki daya saing.

Baca Juga: Jadwal Indosiar Rabu 14 Desember 2022, BRI Liga 1: Persikabo vs Arema, Dewa United vs Persib, Grand Final DA 5

Kecakapan dalam menerima dan memproses informasi akan mencetak generasi yang penuh percaya diri.

Tanggap dalam setiap perubahan dan kemajuan zaman menumbuhkan rasa untuk terus berbenah dalam upaya mengupgrade diri sehingga tidak ada lagi budaya malas.

Generasi-generasi penuh percaya diri dengan bekal wawasan intelektual dan terliterasi akan membawa kehidupan masyarakat untuk memiliki nilai lebih sehinga mampu membawa bangsa pada peradaban terbaik.
Tentunya untuk mengatasi minimnya literasi di kalangan mahasiswa tidak sesederhana itu untuk diberangus.

Dibutuhkan kerja sama yang terstruktur dan berkesinambungan antara pihak universitas, tenaga pendidik, dan mahasiswa. Kampanye melek literasi tidak akan tercapai jika antar pihak tidak saling melengkapi. Seperti koleksi perpustakaan yang terbatas, tidak lengkap, usang, tidak lagi relevan untuk era kini, sudah seharusnya diperbaiki oleh universitas.

begitu pula tenaga pendidik, era kini sudah tidak menarik bagi mahasiswa tentang tehnik mengajar yang kuno.

Tenaga pendidik hari ini sangat perlu untuk mengupgrade ketrampilan mendidik, selain materi-materi yang terus diperbaharui sesuai perkembangan zaman, sehingga mahasiswa tidak bosan dan lebih antusias dengan gaya-gaya tidak terduga dan fresh.

Antusiasme yang meningkat dari mahasiswa akan membangkitkan gairah dalam belajar sehingga apa yang dipelajari dengan senang lebih mudah melekat di ingatan dan mudah dicerna serta dipahami.


Mari kita bayangkan apa yang terjadi jika seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki Lembaga yang sigap memberikan fasilitas pembelajaran, tenaga pendidik yang selalu update tentang keilmuan dalam bidangnya, serta mahasiswa yang terliterasi dengan baik.

Di mana seluruh perguruan tinggi Indonesia saling bersinergi bersama pemerintah dan masyarakat, maka Indonesia Jaya bukan lagi mimpi.

Nurul Asiah, Pustakawan. ***

Editor: Hendra Karunia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x